Menyusuri Lezatnya Kuliner di Selatan Jawa

Nasi Cikur khas Tasikmalaya. Foto ; Net.--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Menempuh perjalanan darat di jalur pantai selatan (pansela) bukan hanya menawarkan pemandangan eksotis yang membentang dari Banten hingga Jawa Timur, tetapi juga menghadirkan petualangan kuliner yang menggoda lidah. Setiap kota yang dilalui memiliki cita rasa khas yang mencerminkan budaya serta kekayaan bahan lokalnya. Dari makanan berat hingga camilan tradisional, jalur selatan Jawa Barat menyimpan beragam kuliner yang patut dicicipi oleh para pelancong.

Perjalanan rasa ini dimulai dari ujung barat, tepatnya di Pandeglang, dengan kuliner legendaris Angeun Lada. Hidangan ini sekilas menyerupai gulai, namun menggunakan bahan utama daging kerbau atau jeroan sapi. Kelezatannya terletak pada kuah gurih yang berpadu dengan aroma kuat daun walang, rempah khas Banten Selatan yang memberikan cita rasa unik.

Seiring waktu, beberapa rumah makan mulai berinovasi dengan mengganti bahan utama menggunakan ikan atau menambahkan sayuran seperti rebung untuk memberi sentuhan segar. Disajikan bersama nasi hangat, Angeun Lada menjadi pilihan sempurna untuk berbuka puasa maupun santapan berat setelah perjalanan panjang.

Melanjutkan perjalanan ke timur, sekitar tengah malam para pengendara biasanya tiba di Sukabumi, kota sejuk yang terkenal dengan Sekoteng Singapore. Minuman ini merupakan racikan air jahe hangat dengan isian kacang hijau, pacar cina, kacang tanah, serta potongan roti. Keistimewaannya terletak pada tambahan kue jahe cokelat yang memperkaya rasa pedas-manis sekaligus menghangatkan tubuh di udara malam yang dingin. Popularitas Sekoteng Singapore bahkan telah meluas hingga Bandung.

Belum lengkap rasanya singgah di Sukabumi tanpa membawa pulang Mochi, oleh-oleh khas yang telah menjadi identitas kuliner kota ini. Teksturnya kenyal dengan isian kacang tanah manis, menjadikannya camilan yang digemari berbagai kalangan. Konon, kehadiran mochi di Sukabumi bermula dari pengaruh budaya Jepang saat masa pendudukan, yang kemudian diadaptasi oleh masyarakat setempat menjadi kue tradisional lokal.

Setelah Sukabumi, perjalanan berlanjut menuju Bandung, kota yang terkenal dengan kreativitas kulinernya. Salah satu menu klasik yang wajib dicoba adalah Nasi Timbel. Hidangan ini berupa nasi putih panas yang dibungkus daun pisang, disajikan bersama aneka lauk seperti ayam goreng, tahu, tempe, lalapan, dan sambal. Aroma daun pisang yang tercium saat nasi dibuka menambah kenikmatan tersendiri, menjadikannya pilihan ideal untuk santap siang.

Sebagai teman bersantai, Bandung juga memiliki kudapan legendaris bernama Colenak—singkatan dari “Cocol Enak”. Camilan yang sudah dikenal sejak 1930-an ini terbuat dari peuyeum (tape singkong) yang dibakar, kemudian disiram gula merah cair dan diberi taburan kelapa parut. Kombinasi rasa asam dari peuyeum dan manisnya gula merah menciptakan harmoni yang nikmat di lidah.

Sebelum meninggalkan kota ini, jangan lupa membeli Peuyeum Bandung sebagai oleh-oleh. Berbeda dengan tape biasa yang berair, peuyeum memiliki tekstur lebih kering namun tetap lembut dan manis. Cara penyajiannya pun bisa divariasikan, misalnya digoreng seperti pisang goreng lalu diberi taburan keju atau cokelat.

Selanjutnya, kendaraan bergerak menuju Tasikmalaya, yang dikenal dengan hidangan khas bernama Nasi Cikur. Dalam bahasa Sunda, cikur berarti kencur, bumbu utama yang membuat nasi ini memiliki aroma harum dan rasa gurih yang khas. Nasi cikur biasanya disajikan bersama lauk beragam seperti telur dadar, jengkol semur, suwiran ayam, tahu goreng, serundeng, acar wortel, dan keripik tempe.

Di beberapa tempat, tambahan cumi asin tumis cabai hijau menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta rasa pedas. Hidangan sederhana ini sangat populer di kalangan masyarakat lokal karena rasanya yang khas dan menggugah selera. Sebagai penutup perjalanan kuliner di jalur selatan Jawa Barat, singgahlah di Purwakarta untuk menikmati Sate Maranggi, kuliner ikonik yang telah menembus berbagai daerah di Indonesia.

Sate ini menggunakan potongan daging sapi yang dimarinasi dengan campuran rempah seperti jahe, ketumbar, lengkuas, kunyit, serta sedikit cuka. Proses perendaman bumbu membuat daging menjadi empuk dan kaya rasa. Berbeda dengan sate pada umumnya, Sate Maranggi tidak disajikan dengan bumbu kacang, melainkan dengan sambal cabai rawit segar dan irisan tomat, menghasilkan sensasi pedas, asam, dan gurih yang khas. Beberapa warung juga menawarkan varian daging kambing bagi penikmat rasa lebih kuat.

Melintasi jalur pantai selatan bukan sekadar perjalanan fisik dari satu kota ke kota lain, tetapi juga perjalanan rasa yang mempertemukan tradisi, sejarah, dan cita rasa khas daerah. Setiap gigitan makanan menghadirkan kisah tentang masyarakat lokal yang menjaga warisan kuliner mereka agar tetap hidup dan berkembang. Dari Angeun Lada di Pandeglang hingga Sate Maranggi di Purwakarta, jalur selatan Jawa Barat seolah menjadi lintasan yang menghubungkan bukan hanya tempat, tetapi juga selera dan budaya yang tak ternilai.(yayan/*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan