DPRD Pesbar Bahas Dua Ranperda Inisiatif
Wabup Pesbar Irawan Topani hadiri paripurna penyampaikan nota penjelasan ranperda inisiatif DPRD Pesbar. foto _ dok.--
PESISIR TENGAH - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) menggelar rapat paripurna dengan agenda penyampaian nota penjelasan dua rancangan peraturan daerah (Ranperda) inisiatif DPRD tahun anggaran 2025. Rapat berlangsung di ruang sidang utama gedung DPRD setempat, Rabu 5 November 2025, dengan dihadiri 20 dari 24 anggota dewan.
Rapat paripurna tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Pesbar, Muhammad Amir Basri, S.M., serta dihadiri Wakil Bupati Pesbar, Irawan Topani, S.H., M.Kn., kepala organisasi perangkat daerah (OPD), unsur forkopimda dan pihak terkait lainnya.
Dalam penyampaiannya, Yeni Ernida, S.Pd., selaku Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Pesbar, menjelaskan bahwa DPRD Pesbar mengajukan dua Ranperda inisiatif untuk tahun 2025, yakni Ranperda tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, serta Ranperda tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dan Ramah Anak.
“Kami menyampaikan penjelasan atas dua rancangan peraturan daerah inisiatif DPRD tersebut yang diharapkan dapat menjadi landasan hukum bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan publik di Kabupaten Pesisir Barat,” katanya.
Yeni menjelaskan, penyusunan Ranperda tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas didasarkan pada amanat konstitusi yang menegaskan pentingnya prinsip nondiskriminasi terhadap seluruh warga negara, termasuk penyandang disabilitas.
“Secara nasional, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dilindungi oleh UUD 1945. Pasal 28I ayat (2) menegaskan bahwa hak asasi manusia tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, termasuk hak penyandang disabilitas untuk hidup bebas dari diskriminasi,” ujarnya.
Menurut Yeni, prinsip ini menjadi pijakan dalam pembentukan kebijakan daerah yang menjamin kesetaraan akses dan perlindungan bagi penyandang disabilitas dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari pendidikan, pekerjaan, hingga pelayanan publik. Ia mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesisir Barat, terdapat 1.871 penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di wilayah ini, termasuk di dalamnya penyandang disabilitas fisik, mental, maupun sensorik. Kondisi ini menunjukkan perlunya regulasi yang lebih konkret agar hak-hak kelompok tersebut dapat terjamin.
“Pasal 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak penyandang disabilitas,” jelasnya.
Dikatakannya, melalui peraturan daerah yang komprehensif, Pemkab Pesbar diharapkan mampu menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan terpadu. Tujuannya, agar penyandang disabilitas terlindungi dari penelantaran, eksploitasi, pelecehan, maupun segala bentuk diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
“Dengan adanya perda yang lebih komprehensif, diharapkan tercipta regulasi yang mampu memberikan jaminan akses setara di berbagai sektor kehidupan, termasuk pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan transportasi,” jelasnya.
Selain perlindungan hak disabilitas, DPRD Pesbar juga mengajukan Ranperda tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dan Ramah Anak. Yeni menuturkan, dasar penyusunan peraturan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menegaskan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan bermutu tanpa diskriminasi.
“Pasal 5 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Sementara ayat (2) menegaskan bahwa anak dengan kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, maupun sosial berhak memperoleh pendidikan khusus,” kata Yeni.
Dijelaskannya, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga memperkuat landasan hukum pembentukan ranperda ini. Pada Pasal 9 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan sesuai minat, bakat, dan kemampuannya.
“Artinya, pendidikan ramah anak bukan sekadar kewajiban moral, melainkan amanat hukum yang harus diimplementasikan pemerintah daerah melalui kebijakan konkret,” jelasnya.