Pemkab Pesbar Tanggapi Dua Ranperda Inisiatif DPRD

Wakil Bupati Pesbar Irawan Topani sampaikan tanggapan pemerintah terhadap dua Ranperda inisiatif DPRD. Foto Yayan--

PESISIR TENGAH - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) menggelar rapat paripurna dengan agenda penyampaian tanggapan pemerintah terhadap dua rancangan peraturan daerah (Ranperda) inisiatif DPRD tahun 2025. Sidang berlangsung di ruang rapat utama Gedung DPRD Pesbar, Kamis, 6 November 2025, dihadiri 17 dari total 24 anggota dewan, jajaran pemerintah daerah, serta unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).

Rapat paripurna yang dihadiri oleh Wakil Bupati Pesbar, Irawan Topani, S.H., M.Kn, itu dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Pesbar, Muhammad Amir Basri, S.M. Dalam kesempatan itu, pemerintah daerah menyampaikan tanggapan atas dua Ranperda inisiatif DPRD, yakni Ranperda tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas serta Ranperda tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dan Ramah Anak.

Dalam paparannya, Wakil Bupati Irawan Topani menegaskan bahwa pemerintah daerah memberikan apresiasi terhadap inisiatif DPRD yang dinilai sebagai bentuk kepedulian nyata terhadap kebutuhan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti penyandang disabilitas dan anak-anak.

“Pemkab Pesbar menyambut baik serta memberikan apresiasi tinggi kepada DPRD yang telah peduli dan peka terhadap kebutuhan masyarakat, khususnya melalui inisiatif penyusunan dua Ranperda yang sangat penting ini,” katanya. 

Terkait Ranperda Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Irawan menjelaskan bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian dari kelompok masyarakat rentan yang berhak memperoleh perlindungan dan perlakuan khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ia menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyandang disabilitas dikategorikan sebagai masyarakat yang mengalami ketidaklayakan hidup secara kemanusiaan dan memerlukan perhatian khusus dari pemerintah.

“Di Kabupaten Pesbar, jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial mencapai 1.871 orang, dan sekitar 10 persen di antaranya merupakan penyandang disabilitas. Sebagian besar tinggal di wilayah pesisir dan pedalaman yang memiliki keterbatasan aksesibilitas,” jelasnya.

Menurutnya, kondisi tersebut berimplikasi pada terbatasnya partisipasi mereka dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, kesehatan, pekerjaan, hingga transportasi dan kegiatan sosial. Pemerintah daerah sebenarnya telah menetapkan Peraturan Bupati Nomor 28 Tahun 2024 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Disabilitas. Namun, ia menilai bahwa pengaturan tersebut perlu diperkuat dengan payung hukum yang lebih tinggi berupa peraturan daerah.

“Isu disabilitas ini menyangkut hak asasi manusia dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam menjamin kesetaraan bagi seluruh warga. Karena itu, perlu dasar hukum yang lebih kuat dan bersifat mengikat, bukan sekadar aturan teknis,” paparnya.

Masih kata dia, Pemkab Pesbar sepakat bahwa perlindungan terhadap penyandang disabilitas harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan. Hal itu bertujuan agar mereka terlindungi dari berbagai bentuk diskriminasi, penelantaran, eksploitasi, maupun pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Pemerintah daerah mendukung sepenuhnya penyusunan Perda tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

“Kehadiran perda ini akan menjadi langkah penting untuk memastikan para penyandang disabilitas dapat menjalani kehidupan yang setara dan berkeadilan, sesuai dengan sila kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah daerah juga menanggapi Ranperda tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dan Ramah Anak. Irawan menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Karena itu, pendidikan inklusif dan bebas diskriminasi merupakan bentuk nyata dari implementasi nilai-nilai Pancasila dan konstitusi negara.

“Pendidikan inklusif bukan hanya soal akses, tetapi juga bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan mendukung semua anak tanpa terkecuali,” tuturnya.

Ia juga menjelaskan bahwa pendidikan ramah anak harus memperhatikan faktor budaya, sosial, dan ekonomi yang menjadi ciri khas lokal di Pesbar. Pada tahun 2019 Pemkab dan DPRD Pesbar telah mengesahkan Perda Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan. Karena itu, Ranperda Pendidikan Inklusif dan Ramah Anak diharapkan dapat selaras dengan regulasi tersebut.

“Dengan harmonisasi antara Perda Nomor 8 Tahun 2019 dan Ranperda baru ini, kami optimistis peningkatan mutu pendidikan di Pesbar dapat berjalan lebih maksimal, merata, dan berkualitas,” jelasnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan