282 Perusahaan Ekspor Diduga Rugikan Negara Rp140 Miliar

DJP Kemenkeu mengatakan ada penggelapan dokumen ekspor CPO yang melibatkan 282 perusahaan sejak 2021 hingga 2025.Foto CNN Indonesia--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkap dugaan praktik penggelapan dokumen ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang melibatkan 282 perusahaan dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Praktik ini diduga dilakukan melalui under-invoicing dan manipulasi jenis barang ekspor untuk menekan nilai pajak.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menjelaskan, dugaan pelanggaran tersebut merupakan hasil akumulasi dari 25 wajib pajak yang melanggar sepanjang 2025, serta 257 wajib pajak lainnya yang melanggar pada periode 2021–2024.

“Milestone awal ini modus penggelapan melalui pengakuan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)-nya itu fatty matter, yang ternyata bukan fatty matter. Ini merupakan milestone awal,” kata Bimo dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/11), dikutip dari Antara.

Menurut Bimo, pada temuan 2025, perusahaan pelaku menggunakan modus pemalsuan fatty matter, yakni melaporkan ekspor produk turunan sawit yang disebut fatty matter padahal sebenarnya merupakan CPO murni. Nilai transaksi dari praktik tersebut diestimasi mencapai Rp2,08 triliun, dengan potensi kerugian pajak negara sekitar Rp140 miliar.

Sementara untuk periode 2021–2024, DJP menemukan modus lain melalui laporan Palm Oil Mill Effluent (POME). Dalam kasus ini, perusahaan melaporkan komoditas yang seharusnya bukan POME, agar dapat membayar pajak dengan nilai yang jauh lebih rendah. Total nilai transaksi dari modus ini ditaksir mencapai Rp45,9 triliun.

Berdasarkan hasil pengawasan bersama DJP dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, volume ekspor fatty matter meningkat tajam dari tahun ke tahun. Pada 2025, volume ekspor mencapai 73.287 ton, melonjak dibandingkan 31.403 ton (2024), 22.151 ton (2023), dan 19.383 ton (2022).

Kenaikan signifikan ini diduga berkaitan langsung dengan manipulasi dokumen ekspor, praktik transfer pricing antar perusahaan afiliasi luar negeri, restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) fiktif, dan penghindaran kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) untuk produk CPO.

Dari hasil pengembangan pengawasan di Pelabuhan Tanjung Priok, ditemukan lonjakan jumlah kontainer ekspor mencurigakan. Jumlahnya naik dari 25 kontainer menjadi 87 kontainer, seluruhnya terkait dengan PT MMS.

Sebanyak tujuh dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) milik perusahaan tersebut tercatat melaporkan fatty matter dengan total berat 1.802,71 ton senilai Rp28,79 miliar. Produk tersebut tidak dikenai Bea Keluar, Pungutan Ekspor, serta tidak termasuk dalam kategori larangan atau pembatasan ekspor (Lartas).

Bimo menegaskan, temuan ini menjadi bagian dari upaya bersama DJP, Bea Cukai, dan aparat penegak hukum dalam memperkuat pengawasan sektor ekspor sawit, yang selama ini menjadi penyumbang devisa terbesar bagi negara.

“Dari hasil koordinasi lintas otoritas, kami pastikan bahwa langkah-langkah penegakan kepatuhan pajak ekspor akan terus diperkuat. Ini bukan hanya soal penerimaan negara, tetapi juga keadilan fiskal dan tata kelola ekspor yang sehat,” ujarnya.(*/edi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan