Derasnya Polemik Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat, Parpol Tegaskan Kewenangan

Mahasiswa menggugat UU MD3 ke MK agar bisa memecat anggota DPR. Foto  ilustrasi--

RADARLAMBARBACAKORAN.CO– Polemik wacana pemecatan anggota DPR oleh rakyat terus mengemuka setelah gugatan lima mahasiswa diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan tersebut bermula dari dorongan agar konstituen memiliki ruang lebih besar untuk mengevaluasi dan memberhentikan wakilnya, bukan hanya melalui mekanisme pemilu lima tahunan.

 

Di kompleks parlemen, sejumlah fraksi memberikan respons berbeda. Dari Fraksi Gerindra, pimpinan Baleg menilai langkah judicial review yang diajukan mahasiswa merupakan bagian dari dinamika demokrasi. Menurutnya, setiap warga negara berhak mempertanyakan aturan yang dinilai belum sepenuhnya mencerminkan aspirasi publik. Namun, ia menegaskan bahwa kedudukan anggota DPR tetap terikat pada ketentuan Undang-Undang MD3 yang juga mengatur keterlibatan partai politik sebagai wadah politik para legislator.

 

Dari Fraksi Golkar, pandangan yang berkembang menyebut bahwa mekanisme pemecatan anggota DPR merupakan ranah pembentuk undang-undang, sehingga tidak berada dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi. Mekanisme tersebut dinilai sebagai kebijakan hukum terbuka yang hanya dapat diubah lewat proses legislasi, bukan melalui putusan pengujian konstitusionalitas.

 

Sementara itu, Fraksi PAN menyoroti posisi DPR sebagai representasi partai politik. Meski dipilih oleh rakyat, para legislator dinyatakan menjalankan tugas atas mandat partai. Karena itu, proses evaluasi terhadap anggota DPR sepenuhnya berada di tangan parpol. Masyarakat, menurut pandangan ini, dapat menilai kinerja wakil mereka pada saat pemilu atau mengajukan keberatan melalui partai apabila merasa tidak puas dengan performa legislator dari daerah pemilihannya.

 

Gugatan lima mahasiswa tersebut menyoroti absennya mekanisme yang memungkinkan konstituen memecat anggota DPR yang dinilai tak lagi mewakili aspirasi publik. Mereka menilai bahwa rakyat hanya terlibat pada proses pemilihan, sementara pada proses pemberhentian tidak memiliki ruang yang sama. Para pemohon meminta MK memberikan tafsir baru atas aturan dalam UU MD3 agar pemberhentian anggota DPR dapat diusulkan tidak hanya oleh partai politik, tetapi juga oleh konstituen di daerah pemilihan.

 

Perdebatan ini menjadi bagian dari diskusi lebih luas mengenai representasi politik, akuntabilitas wakil rakyat, serta posisi partai sebagai pusat kendali dalam sistem politik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi nantinya akan menentukan arah baru relasi antara pemilih, anggota legislatif, dan partai politik dalam menjaga kualitas demokrasi. (*/rinto)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan