Kalapas Enemawira Dinonaktifkan usai Diduga Paksa Warga Binaan Muslim Makan Daging Anjing

Kepala Lapas Enemawira, Kepulauan Sangihe, Chandra Sudarto dinonaktifkan dari jabatannya atas dugaan memaksa warga binaan beragama Islam memakan daging anjing. Fok Inst--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO —Kepala Lembaga Pemasyarakatan Enemawira di Kepulauan Sangihe, Chandra Sudarto, resmi dinonaktifkan setelah muncul dugaan bahwa ia memaksa warga binaan Muslim memakan daging anjing.

Informasi ini disampaikan oleh Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Pelayanan Publik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rika Aprianti, yang menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Chandra telah dilakukan sejak 27 November 2025 dan keputusan pencopotan jabatan langsung diambil pada hari yang sama. Untuk sementara, Ditjen PAS telah menunjuk pelaksana tugas guna menjalankan fungsi Kalapas Enemawira.

Proses penanganan berlanjut dengan keluarnya surat perintah pemeriksaan dan sidang kode etik sehari setelahnya. Sidang tersebut dijadwalkan berlangsung di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan melibatkan Tim Direktorat Kepatuhan Internal.

Rika menegaskan bahwa langkah penonaktifan merupakan bentuk komitmen institusi dalam menjaga integritas, sekaligus memastikan seluruh layanan pemasyarakatan tetap berjalan sesuai standar perlindungan warga binaan.

Kasus ini menyedot perhatian luas karena menyangkut hak beragama warga binaan. Sorotan keras datang dari anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, yang menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kebebasan beragama. Ia menekankan bahwa negara berkewajiban memastikan tidak ada satu pun warga binaan dipaksa melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinannya, terlebih dalam lingkungan lapas yang seharusnya mengedepankan pembinaan.

Mafirion menilai dugaan pemaksaan makanan yang diharamkan dalam ajaran Islam tidak hanya bertentangan dengan etika dan nilai kemanusiaan, tetapi juga berpotensi melanggar ketentuan hukum pidana. Ia merujuk aturan dalam KUHP yang mengatur larangan penghinaan atau penodaan terhadap agama, termasuk ketentuan mengenai perbuatan yang merendahkan harkat seseorang melalui tindakan paksaan atau kekerasan.

Ia juga meminta agar penanganan kasus ini dilakukan cepat dan terukur agar tidak berkembang menjadi isu sosial yang lebih luas. Menurutnya, diskriminasi berbasis agama merupakan perkara sensitif yang bisa memicu gesekan antarkelompok jika tidak diselesaikan dengan tegas.

Kasus di Lapas Enemawira ini menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap keyakinan setiap warga negara, termasuk warga binaan, tetap menjadi tanggung jawab penuh negara. Prinsip itu, kata Mafirion, telah ditegaskan melalui konstitusi dan berbagai undang-undang yang menjamin hak beragama tanpa pengecualian. Dengan proses etik yang sedang berjalan, publik menunggu langkah selanjutnya dari Ditjen PAS dan aparat penegak hukum untuk memastikan keadilan ditegakkan.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan