PMK 81/2025 Buat Dana Desa Tak Cair, DPRD Lambar Siap Bawa Aspirasi Peratin ke Pusat

Ilustrasi Dana Desa--

BALIKBUKIT - Kebijakan baru pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 kembali memunculkan kegelisahan di tingkat pemerintahan pekon. Pasalnya, aturan tersebut membuat Dana Desa tahap II untuk skema non-earmark dipastikan tidak disalurkan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius karena seluruh program yang dijalankan pekon berpotensi terhenti total.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Lampung Barat, Sugeng Hari Kinaryo Adi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi tersebut. Ia menegaskan bahwa Dana Desa selama ini merupakan “ruh” yang menggerakkan seluruh agenda pembangunan, pelayanan sosial, dan pemberdayaan masyarakat di pekon.

“Ketika Dana Desa tidak cair, sama saja seluruh denyut pembangunan di tingkat bawah melemah. Masyarakat itu menggantungkan harapan pada anggaran ini. Banyak program yang mau tidak mau berhenti,” kata Sugeng.

Meski belum menerima laporan resmi langsung dari para peratin, Komisi I menyatakan telah membahas persoalan tersebut dalam rapat internal. Menurut Sugeng, persoalan ini tidak hanya dialami Lampung Barat, tetapi seluruh desa di Indonesia. Artinya, suara desa harus benar-benar diperjuangkan agar tidak terjadi stagnasi pembangunan.

“Kami tentu akan menindaklanjutinya dengan berkoordinasi bersama kementerian terkait, mulai dari Kementerian Desa PDTT, Kementerian Keuangan hingga Kementerian Dalam Negeri. Aspirasi pemerintah pekon harus sampai ke pusat,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa peratin memiliki hak demokratis untuk menyampaikan aspirasi, termasuk ikut dalam aksi nasional ataupun audiensi langsung ke pemerintah pusat. Komisi I akan berjalan pada jalurnya, yakni menggunakan fungsi legislasi dan pengawasan untuk mendorong penyelesaian. “Silakan pemerintah pekon berjuang lewat jalurnya, apakah audiensi atau bertemu langsung dengan Presiden. Kami dari DPRD juga akan mendorong dari sisi kewenangan kami. Yang jelas, persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut hajat hidup masyarakat,” ujarnya.

Lebih jauh, mandeknya Dana Desa tahap II kian mempersulit pekon melanjutkan program prioritas, mulai dari pembangunan infrastruktur dasar, program ketahanan pangan, layanan sosial, hingga pembayaran insentif kader posyandu dan kegiatan layanan publik lainnya.

Sejumlah peratin di Lampung Barat mengaku kebingungan mencari solusi agar pelayanan tidak terhenti. Mereka khawatir keterlambatan pencairan akan menimbulkan tekanan sosial di masyarakat.

“Ada peratin yang menyampaikan langsung kepada kami, mereka benar-benar bingung mau mulai dari mana. Program sudah disusun, masyarakat menunggu realisasi, tetapi dana tidak turun,” terang Sugeng.

Dengan meningkatnya kegelisahan di tingkat pekon, DPRD Lampung Barat meminta pemerintah pusat mengevaluasi PMK 81/2025, terutama pasal yang membuat Dana Desa non-earmark tidak dapat dicairkan. Menurut Sugeng, kebijakan pusat seyogyanya tidak menghambat, tetapi justru memperkuat pekon sebagai ujung tombak pembangunan.

“Jangan sampai karena regulasi yang tidak fleksibel, desa menjadi korban. Pembangunan harus tetap jalan. Ini menyangkut kepentingan masyarakat banyak,” tutupnya. (edi/lusiana)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan