Radarlambar.Bacakoran.co - Setelah lebih dari tujuh tahun proses penyelidikan, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akhirnya menetapkan Luhur Budi Djatmiko, yang menjabat sebagai Direktur Umum PT Pertamina (Persero) pada 2012 hingga 2014, sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait pembelian tanah. Kasus yang dimulai pada Mei 2017 ini mengungkap dugaan penyalahgunaan wewenang dalam transaksi pembelian tanah seluas 4,8 hektar di Kompleks Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa, mengungkapkan bahwa penyidikan terhadap kasus ini telah melalui serangkaian langkah yang sangat mendalam dan komprehensif. Dimulai dengan penyelidikan sejak Mei 2017, kasus ini resmi dinaikkan ke tahap penyidikan pada Januari 2018 setelah melalui gelar perkara. “Kami telah melakukan berbagai upaya investigasi, termasuk pemeriksaan terhadap 84 saksi, termasuk seorang notaris dan lima ahli, serta pengumpulan 612 dokumen,” jelas Arief.
Penyidik juga melibatkan berbagai lembaga terkait dalam proses penyelidikan ini, termasuk Badan Pengelola Aset Daerah DKI Jakarta, Kantor Pertanahan BPN Jakarta Selatan, hingga auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Salah satu temuan signifikan adalah adanya indikasi pelanggaran berat dalam transaksi pembelian tanah tersebut yang diperkirakan merugikan negara hingga mencapai Rp348,6 miliar, berdasarkan hasil audit BPK.
Arief menambahkan bahwa penyidik juga melakukan penelusuran mendalam melalui berbagai saluran informasi, seperti di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, tim forensik digital dari BPK RI juga ikut memeriksa korespondensi internal PT Pertamina yang terkait dengan transaksi tersebut.
Bareskrim Polri telah menyampaikan laporan hasil investigasi kepada Kejaksaan Agung, yang turut menguatkan dugaan adanya kerugian negara yang signifikan akibat transaksi ini.
Terkait dengan penetapan status tersangka ini, Pertamina melalui VP Corporate Communication-nya, Fadjar Djoko Santoso, menyatakan bahwa pihaknya menghormati seluruh proses hukum yang sedang berlangsung. “Pertamina berharap bahwa proses hukum ini berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, dengan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah,” ujar Fadjar.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara, serta menunjukkan bagaimana tata kelola perusahaan besar seperti Pertamina dapat terjerat masalah hukum jika tidak dilaksanakan dengan prinsip good corporate governance (GCG).
Dengan adanya penetapan tersangka ini, proses hukum selanjutnya diharapkan dapat mengungkap lebih dalam mengenai pola dan mekanisme transaksi yang merugikan negara, serta memberikan kejelasan tentang siapa saja pihak yang bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan.(*)