Menurut Jay, sikap ini bisa dimanfaatkan China untuk mengambil keuntungan di kawasan Laut Natuna Utara, yang masuk dalam klaim sembilan garis putus-putus.
Di sisi lain, Salawati Mat Basir, dosen hukum dari Universiti Kebangsaan Malaysia, menilai pernyataan bersama Indonesia-China tersebut pada dasarnya merupakan langkah diplomatik yang baik.
Namun, Indonesia tetap perlu waspada, mengingat China kerap menunda proses pembentukan Kode Etik Laut China Selatan yang diinisiasi ASEAN untuk mendesak kepatuhan terhadap UNCLOS.
Poin dalam pernyataan Indonesia-China yang menyebut tentang "kerja sama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih" pun menuai kritik dari berbagai pihak.
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, menganggap poin tersebut seolah mengesahkan klaim sepihak China atas sembilan garis putus-putus yang mencakup Laut Natuna Utara.
Indonesia selama ini menegaskan kedaulatan di wilayah Laut Natuna Utara dan secara tegas menolak klaim sembilan garis putus-putus China.
Indonesia juga sering mengusir kapal-kapal China yang melintasi wilayah tersebut sebagai bentuk penegasan wilayah ZEE Indonesia di Laut Natuna. (*)