Bukti Penurunan Kelas Menengah di Indonesia, Terlihat dari Transaksi QRIS

Selasa 10 Dec 2024 - 17:27 WIB
Reporter : Adi Pabara
Editor : Mujitahidin

Radarlambar.Bacakoran.co - Tanda-tanda kelas menengah Indonesia yang semakin tertekan secara ekonomi terlihat jelas dalam penurunan transaksi QRIS di beberapa bank. Fenomena ini menjadi indikator berkurangnya jumlah orang dalam kelas menengah yang beralih ke kelompok menengah rentan atau bahkan rentan miskin.

Menurut data pada Badan Pusat Statistik, jumlah kelas menengah di Indonesia itu pada 2019 tercatat sebanyak 57,33 juta orang, atau 21,45% dari total populasi. Tapi, berdasarkan data di tahun 2024 jumlahnya menurun menjadi 47,85 juta orang, atau 17,13%. Artinya, itu ada sekitar 9,48 juta orang telah mengalami turun kelas, Sementara itu, kelompok masyarakat kelas menengah rentan (aspiring middle class) justru meningkat dari 128,85 juta orang (48,20%) pada tahun 2019 menjadi 137,50 juta orang (49,22%) ditahun 2024, Kelompok yang rentan miskin juga melonjak dari 54,97 juta orang 20,56% pada tahun 2019 menjadi 67,69 juta orang (24,23%) pada tahun  2024. Ini menunjukkan bahwa banyak orang yang dulunya termasuk kelas menengah kini jatuh ke dua kelompok ini.

Dalam hal tersebut, Bank Jatim mencatat adanya penurunan transaksi QRIS antara Juni sampai dengan Agustus 2024, Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, menjelaskan bahwa transaksi QRIS merchant mencapai Rp176,30 miliar pada Juni 2024 yang Lalau turun menjadi Rp127,91 miliar pada Juli itu sedikit naik menjadi Rp130,51 miliar pada Agustus yang lalu Meski terjadi penurunan tajam dalam transaksi QRIS pada periode tersebut, Bank Jatim mencatat bahwa dalam periode 8 bulan terakhir, transaksi QRIS masih menunjukkan peningkatan.

Busrul menambahkan, meskipun transaksi QRIS menurun, transaksi melalui tabungan digital Bank Jatim seperti J Connect mobile dan kartu debit masih menunjukkan pertumbuhan positif.

Sementara itu, Bank Oke Indonesia juga mengalami penurunan pada tabungan yang terhimpun, dengan penurunan sampai dengan 12% secara tahunan per 4 September 2024 lalu, Direktur Kepatuhan OKe pada Bank, Efdinal Alamsyah, mengatakan penurunan daya beli masyarakat menyebabkan nasabah mengalihkan pengeluarannya ke kebutuhan yang lebih mendasar. Perubahan pola pengeluaran itu terlihat dari berkurangnya transaksi di sektor hiburan atau restoran, sementara ada peningkatan di kategori bahan makanan atau kebutuhan rumah tangga.

Bank BJB juga melaporkan penurunan nilai transaksi akibat berkurangnya konsumsi kelas menengah,  Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, menjelaskan bahwa meski frekuensi transaksi nasabah masih meningkat, nilai transaksi cenderung menurun. Ia memberikan contoh, meskipun nasabah menghabiskan nominal yang sama, mereka hanya mampu membeli barang lebih sedikit dibandingkan sebelumnya.

Bank swasta terbesar di Indonesia, BCA (BBCA), juga menghadapi dampak serupa. Meskipun Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengungkapkan bahwa transaksi QRIS dan debit tidak terpengaruh, ia mengakui bahwa sektor kredit retail mengalami penurunan. Namun, kredit konsumsi seperti kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) masih menunjukkan pertumbuhan berkat bunga yang lebih rendah.(*)

Kategori :