Radarlambar.bacakoran.co -Pembangunan pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer di pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten, menjadi sorotan publik. Pagar tersebut dibangun secara swadaya oleh nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) dengan tujuan utama untuk mitigasi bencana tsunami dan mengurangi dampak abrasi yang sering mengancam pesisir daerah tersebut.
Tujuan Pembangunan Pagar Koordinator JRP, Sandi Martapraja, menjelaskan bahwa tanggul laut yang dibangun ini bertujuan untuk melindungi wilayah pesisir dari ombak besar yang berpotensi merusak infrastruktur dan untuk mencegah abrasi atau pengikisan tanah pantai. Selain itu, pagar bambu ini diharapkan dapat berfungsi sebagai langkah mitigasi terhadap ancaman tsunami, meskipun tidak dapat sepenuhnya menahan bencana tersebut.
Pembangunan pagar ini juga memberikan peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat. Dengan adanya tanggul bambu, kawasan sekitar bisa dimanfaatkan untuk tambak ikan, yang diharapkan dapat mendukung pengelolaan ekosistem yang berkelanjutan dan memberikan manfaat ekonomi bagi nelayan.
Keluhan Nelayan dan Dampaknya Namun, tidak semua nelayan di Kabupaten Tangerang menyambut baik pembangunan pagar bambu ini. Beberapa nelayan, seperti yang disampaikan oleh seorang nelayan di Desa Karang Serang, mengeluhkan adanya pagar yang menghalangi mereka untuk mencari ikan. Mereka terpaksa memutar jauh untuk mencari lokasi lain, dan banyak yang merasa kesulitan menemukan ikan yang layak tangkap. Selain itu, ada kekhawatiran di kalangan nelayan bahwa jika mereka melanggar pagar tersebut, mereka akan diminta untuk mengganti kerugian.
Pemasangan pagar bambu yang berlangsung sekitar 6 bulan ini diketahui diduga dilakukan oleh pihak dari Desa Tanjung Kait Beberapa nelayan juga mengungkapkan kekhawatiran terkait kurangnya patroli keamanan selama proses pemasangan pagar tersebut, yang mengarah pada perasaan tidak adanya pengawasan yang memadai.
Respon Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Menanggapi keluhan dan polemik ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan tindakan dengan melakukan penyegelan terhadap pemagaran laut yang dinilai ilegal dan tidak memiliki izin resmi. Penyegelan ini dilakukan atas instruksi Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Hasil investigasi KKP menunjukkan bahwa pagar bambu ini membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji, mencakup enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Penolakan oleh Agung Sedayu Group Di sisi lain, pengembang Program Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Agung Sedayu Group (ASG), membantah tuduhan bahwa pembangunan pagar bambu ini terkait dengan proyek reklamasi mereka. Kuasa hukum ASG, Muannas Alaidid, menegaskan bahwa tidak ada pembebasan lahan di wilayah tersebut untuk proyek reklamasi, dan tuduhan bahwa pagar bambu ini digunakan untuk pemetaan lahan adalah tidak benar.
Kesimpulan Polemik ini menggambarkan ketegangan antara upaya masyarakat pesisir untuk melindungi lingkungan mereka dengan kebutuhan akan pengawasan dan pengelolaan ruang laut yang sesuai dengan regulasi pemerintah. Masyarakat berharap agar pembangunan pagar bambu tersebut dapat berfungsi efektif dalam mitigasi bencana, namun juga meminta agar dampak negatif terhadap aktivitas nelayan tetap diperhatikan dan diselesaikan dengan bijaksana. Sementara itu, pihak pemerintah dan pengembang perlu memastikan bahwa proyek ini sesuai dengan peraturan yang berlaku demi kesejahteraan masyarakat pesisir. (*)
Kategori :