Indonesia Unggul dalam Perdagangan dengan AS, Tantangan di Depan Mata

Rabu 05 Feb 2025 - 14:33 WIB
Reporter : Rinto Arius
Editor : Budi Setiawan

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Defisit perdagangan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia diperkirakan meningkat pada tahun 2024, memicu kekhawatiran bahwa Negeri Paman Sam dapat memberlakukan kebijakan kenaikan tarif terhadap produk-produk asal Indonesia.

Data Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar US$ 12,82 miliar pada periode Januari–November 2024. Sementara itu, Badan Statistik AS mencatat angka yang lebih besar, yaitu US$ 16,4 miliar.

Dengan angka tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-15 dalam daftar negara dengan defisit perdagangan terbesar bagi AS. Meskipun demikian, nilai defisit perdagangan AS dengan Indonesia masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan China (US$ 270,4 miliar), Meksiko (US$ 157,2 miliar), dan Vietnam (US$ 113,1 miliar).

Secara keseluruhan, volume perdagangan Indonesia-AS tergolong kecil dibandingkan negara-negara dengan hubungan rantai pasokan yang lebih dalam, seperti China dan Meksiko.

Bahkan, Indonesia tidak termasuk dalam 15 besar negara penyuplai impor utama ke AS, di mana posisi pertama ditempati oleh Meksiko, diikuti oleh China.

Ekspor Indonesia ke AS sepanjang tahun 2024 masih didominasi oleh produk manufaktur dan tekstil. Produk-produk seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik menjadi andalan utama, mencerminkan posisi Indonesia sebagai salah satu pemain besar dalam industri fashion global serta pemasok elektronik dalam rantai pasokan AS.

Meskipun surplus perdagangan Indonesia dengan AS tergolong kecil dibandingkan negara lain, hal ini tetap menjadi sinyal positif. Permintaan tinggi terhadap produk Indonesia di pasar AS menunjukkan daya saing produk dalam negeri.

Namun, ketergantungan AS terhadap barang dari Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara seperti China, Meksiko, dan Vietnam.

Dari sudut pandang geopolitik, tren ini bisa menjadi peluang besar bagi Indonesia. Jika AS ingin mengurangi ketergantungannya pada China dan mencari alternatif pemasok dari Asia Tenggara, Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan ekspor produk bernilai tambah tinggi.

Meski AS mengalami defisit perdagangan dengan Indonesia, angka tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan mitra dagang besar lainnya. Namun, fakta bahwa AS lebih banyak mengimpor dari Indonesia dibandingkan sebaliknya tetap menarik untuk diperhatikan.

Ke depan, strategi yang tepat dapat membantu Indonesia memperluas pangsa pasar di AS. Langkah-langkah seperti meningkatkan daya saing produk ekspor, menambah nilai tambah industri manufaktur, serta memperluas diversifikasi produk dapat menjadi kunci utama dalam memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra dagang utama AS.

Namun, ada tantangan yang harus dihadapi. Presiden AS, Donald Trump, dikabarkan berencana menerapkan kebijakan kenaikan tarif terhadap negara-negara yang mencatat defisit perdagangan besar dengan AS.

Meski sementara ini kebijakan tersebut ditunda untuk Meksiko dan Kanada, banyak pihak khawatir bahwa hal serupa bisa diterapkan kepada negara lain, termasuk Indonesia.

Selain itu, AS juga tengah mengevaluasi sekitar 124 produk asal Indonesia untuk menentukan apakah masih layak mendapatkan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP).

Jika fasilitas GSP dihapus, produk Indonesia akan dikenakan tarif lebih tinggi, yang berpotensi menurunkan daya saing dan permintaan di pasar AS.

Kategori :