RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Efisiensi anggaran menjadi langkah strategis yang diambil banyak negara untuk menyeimbangkan keuangan dan menghadapi tantangan ekonomi.
Selain Indonesia, Malaysia juga pernah menerapkan kebijakan serupa, tetapi dengan pendekatan berbeda.
Alih-alih memangkas anggaran yang berdampak langsung pada masyarakat, Malaysia justru memilih memotong gaji pejabat tinggi negara.
Kebijakan ini dijalankan pada era Perdana Menteri Mahathir Mohamad (1981-2003). Saat pertama kali menjabat, Malaysia menghadapi krisis ekonomi pada 1980-an.
Pada saat yang sama, negara itu juga sedang melakukan percepatan pembangunan. Untuk mengatasi tantangan tersebut tanpa membebani rakyat, Mahathir memutuskan untuk memangkas gajinya sendiri, diikuti oleh para menteri dan pejabat tinggi lainnya.
Selain pemotongan gaji, berbagai fasilitas dan tunjangan pejabat juga dikurangi. Langkah ini diambil agar efisiensi anggaran tidak berdampak pada layanan publik yang dinilai masih membutuhkan perbaikan.
Keputusan tersebut berlangsung selama lima tahun hingga akhir periode pertama kepemimpinan Mahathir pada 1987.
Kebijakan serupa kembali diterapkan ketika Malaysia dihantam krisis ekonomi 1997/1998. Mahathir kembali memangkas gajinya sebesar 10% bersama anggota kabinetnya.
Ia bahkan berencana meminta perusahaan swasta untuk menyesuaikan gaji eksekutif dengan keuntungan perusahaan, meskipun rencana ini tidak terealisasi.
Di sisi lain, pemerintah juga membatasi perjalanan dinas ke luar negeri dan memangkas anggaran kementerian sebesar 10-20%.
Pemotongan gaji juga diberlakukan bagi anggota parlemen serta birokrat senior sebesar 3-5%.
Berbeda dengan Thailand dan Indonesia yang memilih menerima bantuan IMF, Mahathir mengambil jalur berbeda dengan mengandalkan efisiensi internal.
Keputusan tersebut terbukti efektif, membantu Malaysia keluar dari krisis lebih cepat dibanding negara lain di kawasan.
Mahathir sendiri menyelesaikan masa jabatannya pada 2003 setelah memimpin selama 22 tahun. Namun, pada 2018, ia kembali menduduki kursi Perdana Menteri sebelum akhirnya mengundurkan diri pada 2020. (*)