Krisis Ekonomi Kenya Memburuk: Pajak Tinggi, Kemiskinan Meluas, dan Rasa Dikhianati

Foto REUTERS--

Radarlambar.bacakoran.co- Kenya, negara yang dulu dipuji sebagai motor pertumbuhan kawasan Afrika Timur, kini berada di tengah krisis ekonomi yang kian dalam. Inflasi meroket, tekanan pajak semakin memberatkan, dan tingkat pengangguran tinggi menambah kesulitan hidup jutaan warga. Sekitar 40% penduduk kini hidup di bawah garis kemiskinan, dan ketimpangan ekonomi semakin mencolok.

Di jalan-jalan ibu kota Nairobi, penderitaan terasa gamblang. Warga seperti Christine Naswa, ibu lima anak yang berdagang sayur di pinggir jalan, menggambarkan keadaan ekonomi yang nyaris tanpa harapan. Penjual kecil seperti dia kerap pulang tanpa penghasilan, sementara anak-anaknya menangis kelaparan.

Pemerintah Presiden William Ruto telah mencabut sebagian pajak melalui revisi kebijakan keuangan, namun langkah tersebut dianggap tidak efektif. Banyak pelaku usaha kecil menyebut tahun 2025 sebagai tahun terburuk dalam sejarah usaha mereka. Kebijakan fiskal, terutama kenaikan pajak setelah pemilu, justru dirasa sebagai beban tambahan yang tidak diimbangi dengan perbaikan layanan publik.

Pemerintah berdalih bahwa peningkatan pajak diperlukan untuk membayar utang luar negeri dan menjaga kestabilan fiskal. Namun banyak pihak menganggap strategi ini salah arah. Kwame Owino dari Institute for Economic Affairs menilai beban pajak sudah melebihi daya tahan rakyat, yang lelah membayar kewajiban negara tanpa transparansi anggaran.

Lebih ironis lagi, pembayaran bunga utang kini mengalahkan anggaran untuk sektor vital seperti kesehatan dan pendidikan. Lembaga-lembaga donor internasional seperti IMF turut memberi tekanan dengan syarat reformasi fiskal sebagai prasyarat bantuan, namun dampaknya di lapangan justru memperparah ketidakpuasan rakyat.

Analis politik Patricia Rodrigues menyebut Presiden Ruto mulai kehilangan legitimasi publik. Janji kampanyenya untuk membela rakyat kecil kini dipandang sebagai pengingkaran, karena kebijakan pemerintah justru menekan masyarakat lapisan bawah.

Di tengah himpitan ekonomi dan lemahnya kepercayaan terhadap institusi, rakyat Kenya menuntut lebih dari sekadar reformasi fiskal. Mereka menagih akuntabilitas, transparansi penggunaan anggaran, serta komitmen nyata untuk memberantas korupsi. Tanpa itu, kepercayaan terhadap proses politik dan pemerintah akan terus terkikis.

Menjelang pemilu 2027, harapan rakyat akan perubahan mulai memudar. Banyak warga merasa pilihan politik tidak lagi relevan karena siapapun yang terpilih dianggap hanya melanjutkan lingkaran penyalahgunaan kekuasaan. Ungkapan getir seorang warga Nairobi yang menyebut rakyat "akan selalu memilih pencuri" mencerminkan skeptisisme yang mendalam terhadap masa depan demokrasi Kenya.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan