Radarlambar.bacakoran.co - Sejumlah perusahaan asing yang sebelumnya beroperasi di Indonesia memilih untuk memindahkan produksi mereka ke negara lain, seperti Vietnam, Thailand, dan India. Fenomena ini mencerminkan kondisi industri dalam negeri yang menghadapi berbagai tantangan, termasuk regulasi, kebijakan tenaga kerja, dan daya saing teknologi.
Guru Besar Universitas Paramadina, Ahmad Badawi Saluy, menilai bahwa hengkangnya investor mencerminkan ketidaknyamanan dalam berusaha di Indonesia. Menurutnya, meskipun Indonesia memiliki prospek investasi yang menarik, ada banyak faktor yang membuat pelaku usaha berpikir ulang untuk bertahan, seperti birokrasi yang tidak efisien, kebijakan pajak, serta perlakuan yang dianggap diskriminatif.
Selain itu, aspek ketenagakerjaan juga menjadi pertimbangan utama. Beban biaya tenaga kerja dan regulasi yang kurang fleksibel dapat membuat investor lebih memilih negara lain yang menawarkan lingkungan bisnis lebih stabil dan ramah terhadap investasi. Misalnya, Vietnam dinilai lebih memberikan perlindungan bagi investor asing serta memiliki birokrasi yang lebih efisien dan transparan.
Dampak dari hengkangnya investasi ini cukup signifikan terhadap tenaga kerja di Indonesia. Data menunjukkan bahwa serapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan stagnan di angka 13,83% dari total penduduk bekerja pada 2024. Selain itu, penggunaan teknologi industri di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara pesaing, dengan hanya 4,5% industri yang menggunakan teknologi tinggi, sementara Vietnam mencapai 41%, Malaysia 43,2%, dan Thailand 25%.
Kasus terbaru adalah keputusan PT Sanken Indonesia untuk menutup operasinya di Cikarang pada Juni 2025, yang berdampak pada 457 buruh. Perusahaan asal Jepang ini mengalihkan fokus bisnisnya dari produksi alat listrik ke semikonduktor. Selain itu, pabrik piano Yamaha juga akan menghentikan produksinya secara bertahap, mengakibatkan 1.100 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Fenomena ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera melakukan reformasi kebijakan guna menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Jika tidak, semakin banyak perusahaan yang akan hengkang, berdampak pada berkurangnya lapangan pekerjaan dan melemahnya daya saing industri dalam negeri. (*/rinto)