Masjid Al Mubarok Nganjuk: Warisan Budaya dengan Sejarah 280 Tahun

Kamis 06 Mar 2025 - 12:05 WIB
Reporter : Mujitahidin
Editor : Mujitahidin

Radarlambar.Bacakoran.co - Masjid Al Mubarok yang terletak di Desa Berbek, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, merupakan salah satu peninggalan sejarah yang memiliki nilai budaya dan religius yang tinggi. Berdiri sejak tahun 1745, masjid ini menjadi simbol penyebaran agama Islam di tengah masyarakat yang kala itu masih dipengaruhi tradisi Hindu-Buddha.

Sejarah Pendirian Masjid Al Mubarok

Masjid Al Mubarok didirikan oleh Kiai Kanjeng Djimat atau Raden Tumenggung Sosro Kusumo, seorang ulama sekaligus bupati pertama Nganjuk. Pembangunan masjid ini memiliki tujuan utama sebagai sarana penyebaran ajaran Islam di tengah masyarakat Jawa yang pada masa itu mayoritas memeluk agama Hindu. Dengan usia mencapai 280 tahun, masjid ini menjadi saksi perjalanan panjang transformasi sosial dan keagamaan di wilayah tersebut.

Menurut Kiai Muhammad Syururi, takmir Masjid Al Mubarok, pendekatan budaya Hindu-Buddha dalam arsitektur masjid bertujuan menarik perhatian masyarakat yang masih memegang tradisi lama agar tertarik mengenal dan memeluk Islam. 

Kepada wartawan pada Rabu 5 Maret 2025 Kiyai Muhammad Syururi mengatakan bahwa masjid itu dibangun pada 1745 oleh Kiai Kanjeng Djimat dengan nuansa Hindu-Buddha agar masyarakat yang masih memeluk agama Hindu mau datang beribadah di masjid. 

Keunikan Arsitektur yang Sarat Filosofi

Salah satu ciri khas paling mencolok dari Masjid Al Mubarok adalah bentuk kubahnya yang berbeda dari kubah masjid pada umumnya. Alih-alih berbentuk lingkaran dengan simbol bintang atau kaligrafi lafaz Allah, kubah masjid ini menyerupai kuluk atau kopiah raja yang terbuat dari perak. Bentuk ini memiliki makna mendalam, melambangkan kekuasaan Allah di atas segala sesuatu dan menyesuaikan dengan simbol kebesaran yang dikenal dalam budaya Jawa.

Tak hanya kubahnya yang unik, di dalam masjid terdapat sebuah alat penunjuk waktu salat bernama "bencet". Bencet ini dipasang di atas arca lingga, menunjukkan akulturasi budaya Islam dengan tradisi Hindu. Alat tersebut berfungsi sebagai penanda waktu salat sebelum jam mekanik dikenal oleh masyarakat. Menariknya, bencet ini masih terpelihara dengan baik dan di bagian bawahnya terdapat angka tahun 1745, yang menegaskan waktu pendirian masjid.

Selain bencet, pengaruh Hindu-Buddha juga terlihat jelas di berbagai elemen dekoratif masjid. Misalnya, ukiran khas menghiasi mimbar khotbah dan tempat beduk. Pintu utama menuju ruang tengah masjid dihiasi ukiran kepala arca kala (Betara Kala) yang diyakini sebagai simbol penolak bala. Di dekat beduk, terdapat tulisan dalam aksara Jawa kuno yang dipadukan dengan huruf Arab sebagai bukti akulturasi budaya yang harmonis.

Pelestarian dan Status Cagar Budaya

Meski telah berusia hampir tiga abad, struktur utama Masjid Al Mubarok tetap dipertahankan dalam bentuk aslinya. Bagian depan masjid memang mengalami renovasi sebanyak empat kali, tetapi interior utama masih orisinal seperti saat pertama kali didirikan. Upaya pelestarian ini menunjukkan komitmen masyarakat dan pemerintah dalam menjaga warisan sejarah dan budaya.

Atas nilai sejarah dan keunikannya, Masjid Al Mubarok telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Penetapan ini bertujuan melindungi dan melestarikan masjid sebagai bagian dari identitas budaya serta sarana edukasi sejarah bagi generasi mendatang.

Masjid Al Mubarok bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga menjadi bukti nyata akulturasi budaya dan peradaban di Indonesia. Dengan arsitektur unik, sejarah panjang, dan filosofi mendalam, masjid ini terus menjadi daya tarik bagi masyarakat lokal maupun wisatawan yang ingin menyelami jejak penyebaran Islam di Jawa. Pelestarian masjid ini menjadi tanggung jawab bersama agar warisan berharga ini tetap lestari untuk generasi di masa depan.(*)

Kategori :