Gunung Lumpur di Grobogan Membuka Mata Soal Potensi dan Risiko Alam Bawah Tanah

Foto: Fenomena Mud Volcano di Grobogan: Ketika Gundukan Lumpur Diduga Gunung Api. Dok. Perpustakaan Fakultas Geografi UGM--
Radarlambar.bacakoran.co- Kemunculan gundukan menyerupai gunung di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, sempat memicu kehebohan publik. Di media sosial, fenomena ini disebut sebagai kemunculan "gunung api baru".
Namun, para ahli memastikan bahwa fenomena tersebut bukanlah aktivitas vulkanik, melainkan gejala geologis yang dikenal sebagai gunung lumpur atau mud volcano.
Penelusuran Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkap bahwa kemunculan gundukan setinggi sekitar 25 meter ini dipicu oleh pergerakan sesar akibat gempa berkekuatan M 6,5 yang mengguncang wilayah tersebut pada Maret 2024.
Gas alam dari bawah tanah terdorong naik melalui rekahan dan membawa serta lumpur yang kemudian membentuk kerucut mirip gunung.
Dalam penjelasan resmi EGSA UGM, lumpur yang keluar membawa berbagai unsur seperti gas, belerang, batuan, air, dan garam, yang kemudian membentuk struktur geologis khas yang dikenal dengan istilah mud volcano.
Meski tidak eksplosif seperti letusan gunung api, keberadaan lumpur panas dan semburan gas dari fenomena ini tetap menyimpan ancaman tersendiri, baik dari sisi keselamatan warga maupun dampak kerusakan lahan pertanian.
Selain kerusakan lahan, keberadaan gas beracun seperti hidrogen sulfida dan karbondioksida menjadi perhatian serius. Gas tersebut dapat menyebabkan gangguan pernapasan bahkan kematian jika terhirup dalam konsentrasi tinggi dalam jangka waktu lama. Situasi ini menempatkan masyarakat sekitar pada risiko kesehatan yang perlu direspons dengan cepat oleh pemerintah dan lembaga terkait.
Namun, di balik ancaman tersebut, muncul juga potensi yang bisa digarap lebih jauh. Lumpur yang muncul dari fenomena ini diyakini mengandung mineral berharga seperti litium, kaolinit, dan kalsit, yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi industri. Ditambah lagi dengan keberadaan mikroorganisme unik seperti bakteri halofilik, mud volcano berpotensi menjadi sumber daya ilmiah dan ekonomi yang belum tergarap optimal.
Potensi tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata edukatif dan destinasi riset geologi, sekaligus membuka peluang industri kreatif dan pengembangan teknologi berbasis sumber daya lokal. Pengelolaan yang tepat, berbasis riset dan teknologi, diyakini dapat membawa manfaat nyata bagi masyarakat sekitar maupun dunia akademik.
Fenomena geologis di Grobogan ini menyadarkan bahwa wilayah Indonesia, yang berada di jalur tektonik aktif, memiliki dinamika bawah tanah yang kompleks. Pendekatan terhadap alam semacam ini tak cukup hanya dengan narasi kehebohan, tetapi harus diimbangi dengan edukasi, mitigasi, dan riset berkelanjutan yang memperkuat kemandirian ilmiah dan ketahanan masyarakat terhadap risiko bencana.(*)