Radarlambar.bacakoran.co- Pemerintah Indonesia tengah berfokus pada pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), yang rencananya akan mulai beroperasi pada tahun 2030 atau 2032.
Langkah ini diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sekaligus Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN), Bahlil Lahadalia, dalam sidang perdana Anggota DEN Tahun 2025. Bahlil menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak hanya sedang menyiapkan berbagai aspek teknis, tetapi juga berusaha memastikan regulasi yang mendukung sektor ini.
Ia menjelaskan bahwa pembangunan PLTN membutuhkan persiapan matang, baik dari sisi regulasi, infrastruktur, maupun kesiapan masyarakat dalam menerima teknologi baru ini.
PLTN, menurut Bahlil, merupakan energi baru yang potensial, dengan harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan sumber energi fosil. Lebih dari itu, teknologi nuklir diyakini dapat memperkuat sistem kelistrikan nasional, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dan mendukung Indonesia menuju target emisi netral karbon pada 2060.
Namun, Bahlil juga menekankan bahwa penerapan teknologi ini memerlukan sosialisasi yang intensif agar masyarakat memahami manfaat dan mekanisme operasional PLTN dengan benar. Edukasi ini, menurutnya, akan mengurangi kekhawatiran publik mengenai potensi risiko yang mungkin muncul terkait dengan penggunaan energi nuklir.
PLTN juga telah dimasukkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. RUPTL adalah dokumen perencanaan penting yang mengatur penyediaan energi listrik di Indonesia, dan PLTN menjadi bagian penting dari strategi diversifikasi energi yang tengah disusun. RUPTL tersebut sedang dalam tahap finalisasi dan akan segera dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mendapatkan persetujuan lebih lanjut.
Selain membahas PLTN, Bahlil juga memaparkan kondisi ketahanan energi Indonesia, khususnya terkait dengan sektor minyak. Indonesia, dengan konsumsi minyak nasional mencapai 1,5 hingga 1,6 juta barel per hari, hanya mampu memproduksi sekitar 580 ribu hingga 610 ribu barel per hari. Kesenjangan ini, menurut Bahlil, menjadi tantangan besar dalam menjaga ketahanan energi nasional.
Oleh karena itu, sebagai solusi, Presiden Indonesia memberikan arahan untuk membangun kilang minyak dengan kapasitas 1 juta barel per hari, guna memenuhi kebutuhan minyak domestik yang terus meningkat.
Terkait dengan proyek pembangunan kilang minyak tersebut, Bahlil menyatakan bahwa sebuah tim kajian akan dibentuk untuk melakukan studi kelayakan. Tim ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian ESDM, SKK Migas, PT Pertamina (Persero), dan DEN. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi mengenai lokasi, teknis, dan aspek ekonomis proyek kilang tersebut, serta memastikan bahwa proyek ini tidak hanya memenuhi kebutuhan energi domestik, tetapi juga memperkuat ketahanan energi Indonesia secara keseluruhan.
Sebagai bagian dari strategi besar untuk mengamankan pasokan energi Indonesia, pembangunan PLTN dan kilang minyak diharapkan menjadi pilar utama dalam mendukung ketahanan energi jangka panjang. Bahlil menambahkan, keberhasilan proyek-proyek ini akan sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, sektor swasta, serta masyarakat yang akan menjadi pengguna akhir dari energi yang dihasilkan.
Dengan berfokus pada pengembangan energi terbarukan dan solusi energi yang lebih bersih, Indonesia berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang selama ini mendominasi sektor energi negara ini. Pemerintah berharap, dengan inisiatif ini, Indonesia dapat menjadi negara yang lebih mandiri dalam hal penyediaan energi dan berkontribusi pada pengurangan emisi karbon global. *