Fenomena Baru Iklim Global, Munculnya Musim-Musim Aneh di Tengah Ketidakpastian Cuaca

Fenomena Cuaca Buruk. -Foto Freepik-

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Musim telah lama menjadi penanda siklus kehidupan manusia dan alam. Ia mengatur ritme bertani, berlayar, berburu, hingga menandai datang dan perginya hewan migran. Namun kini, tatanan itu mulai bergeser. Penelitian terbaru yang dirilis jurnal Progress in Environmental Geography tahun ini menunjukkan bahwa definisi musim yang selama ini dipahami secara universal telah mengalami disrupsi.

Perubahan iklim yang dipicu aktivitas manusia bukan hanya membuat musim menjadi tidak menentu, tetapi juga melahirkan jenis musim baru yang tak pernah tercatat dalam literatur iklim sebelumnya. Sejumlah wilayah kini mulai mengenal musim-musim yang bukan berasal dari rotasi Bumi terhadap Matahari, melainkan dari pola konsumsi dan eksploitasi manusia terhadap alam.

Musim Asap dan Musim Sampah: Realitas Baru Asia Tenggara

Di kawasan Asia Tenggara, terutama di negara-negara beriklim tropis seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand, masyarakat mulai terbiasa hidup dalam musim kabut asap. Fenomena ini muncul akibat aktivitas pembakaran hutan dan lahan, terutama pada periode kemarau. Langit yang memerah, udara yang penuh partikel, serta peningkatan penyakit pernapasan, menjadi ciri khas musim ini yang terus berulang tiap tahun.

Tak hanya itu, pesisir Bali setiap akhir tahun juga mulai mengenal apa yang oleh ilmuwan disebut sebagai "musim sampah". Saat laut membawa kembali tumpukan plastik dan limbah dari berbagai penjuru ke garis pantai antara November hingga Maret, para wisatawan disambut pemandangan memilukan. Ini adalah musim yang terbentuk dari kebiasaan membuang sampah sembarangan yang dipertemukan dengan dinamika arus laut.

Cuaca Ekstrem dan Musim Sinkop di Belahan Bumi Utara

Perubahan musim tak hanya terjadi di kawasan tropis. Di belahan bumi utara, terutama di wilayah yang memiliki empat musim, sebuah fenomena baru yang disebut “musim sinkop” mulai teridentifikasi. Musim ini ditandai dengan suhu panas yang lebih menyengat saat musim panas, namun musim dingin menjadi lebih sejuk dari biasanya. Pergeseran ini juga dibarengi dengan cuaca ekstrem yang tidak terprediksi—badai salju datang tiba-tiba, gelombang panas menyerang lebih lama, dan hujan deras turun di luar waktu biasanya.

Musim Aritmik dan Disrupsi Ekosistem

Musim-musim baru ini muncul seiring semakin tidak teraturnya siklus musim lama yang sudah dikenal umat manusia. Para ilmuwan menyebut kondisi ini sebagai "musim aritmik", di mana irama iklim tidak lagi mengikuti pola yang konsisten. Musim semi terjadi lebih cepat, musim tanam berlangsung lebih lama, dan musim dingin menyusut durasinya.

Kekacauan ini berdampak besar pada ekosistem. Tumbuhan yang selama ini bergantung pada suhu dan kelembapan musiman kini kesulitan berbunga tepat waktu. Burung migran dan hewan yang melakukan hibernasi juga kehilangan sinkronisasi alami mereka. Ketidakteraturan ini akhirnya memengaruhi keseimbangan rantai makanan dan produktivitas pertanian.

Krisis Iklim dan Kehidupan Sosial-Ekonomi

Bagi manusia, perubahan musim bukan hanya soal ketidaknyamanan cuaca. Di wilayah seperti Thailand utara, masyarakat yang selama generasi bergantung pada ritme sungai Mekong untuk bertani dan menangkap ikan kini menghadapi kesulitan besar. Pembangunan bendungan di hulu telah mengganggu aliran air musiman, membuat ikan gagal bermigrasi dan tanah gagal menerima sedimen alami yang dibutuhkan untuk bertani.

Kondisi serupa juga terlihat di banyak daerah di Indonesia. Musim hujan yang semakin pendek membuat petani kesulitan menentukan masa tanam. Sebaliknya, musim kemarau yang lebih panjang meningkatkan potensi kekeringan dan kebakaran hutan, yang bukan hanya merusak lahan, tapi juga menambah emisi karbon ke atmosfer.

Adaptasi Tak Cukup: Pentingnya Menyentuh Akar Masalah

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan