Terjangkit HIV, 16 Pasien Rutin Terapi Antiretroviral

Minggu 04 May 2025 - 17:08 WIB
Reporter : Adi Pabara
Editor : Nopriadi

BALIKBUKIT -Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat mencatat sebanyak 16 kasus HIV teridentifikasi sejak 2024 hingga awal 2025. Seluruh pasien diketahui berdomisili di wilayah Lampung Barat dan tengah menjalani terapi antiretroviral (ARV) secara rutin.

Sekretaris Dinas Kesehatan Lampung Barat, Cahyani Susilawati, mengatakan, para pasien secara konsisten menjalani pengobatan sebagai bagian dari upaya menekan perkembangan virus dan mempertahankan kualitas hidup.

“Semua pasien tinggal di Lampung Barat dan mereka aktif minum ARV sesuai jadwal,” ujar Susi.

Hingga kini, pihak Dinkes belum dapat memastikan sumber penularan virus. Tidak diketahui apakah infeksi terjadi di Lampung Barat atau ketika pasien berada di luar daerah. Cahyani menambahkan, faktor risiko antarindividu bervariasi dan tidak dapat digeneralisasi.

“Asal penularan belum bisa ditentukan karena setiap kasus memiliki latar belakang yang berbeda,” katanya.

Dinkes juga belum menemukan pola penyebaran tertentu yang mengarah pada kelompok risiko tinggi seperti pekerja migran atau populasi kunci lainnya. Namun, layanan pengobatan telah tersedia di sejumlah fasilitas kesehatan yang tersebar di wilayah Lampung Barat, meski jumlahnya tidak dirinci.

Pemerintah daerah, kata Cahyani, terus memperkuat pendekatan preventif melalui edukasi publik. Sosialisasi mengenai pentingnya tes HIV, penggunaan alat pelindung diri, serta penerapan perilaku hidup bersih dan sehat rutin dilakukan.

“Kami berupaya maksimal dalam upaya edukasi dan pencegahan. Ketersediaan obat ARV juga aman,” kata dia.

Meski jumlah kasus relatif rendah dibandingkan kabupaten lain di Provinsi Lampung, Dinas Kesehatan tetap mengingatkan pentingnya deteksi dini. Pemeriksaan HIV secara berkala dinilai krusial, terutama bagi kelompok berisiko tinggi seperti individu dengan riwayat hubungan seksual berganti pasangan atau mereka yang bekerja di luar daerah.

Tantangan terbesar dalam penanganan HIV, menurut Cahyani, adalah stigma sosial. Tidak sedikit pasien atau masyarakat yang enggan memeriksakan diri karena takut dikucilkan. Hal ini turut menghambat upaya skrining dan pengobatan.

“Stigma masih menjadi tantangan besar. Dukungan keluarga dan lingkungan sangat dibutuhkan agar pasien dapat menjalani pengobatan dengan baik,” ujarnya. *

 

Kategori :