Kematian Ilmuwan Muda Ungkap Tekanan Kerja Ekstrem di Dunia Akademik China

Selasa 27 May 2025 - 16:03 WIB
Reporter : Edi Prasetya
Editor : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co- Di tengah laju pesat kemajuan sains dan teknologi, China kini menghadapi sisi kelam dari ambisi besar yang dibangunnya: meningkatnya tekanan kerja yang mengancam kesehatan para ilmuwannya. Fenomena ini kembali mencuat setelah sejumlah ilmuwan dilaporkan meninggal dunia dalam usia produktif, diduga karena beban kerja yang berlebihan.

Salah satu kasus yang menyita perhatian adalah meninggalnya Profesor Li Haibo, akademisi berusia 41 tahun dari Universitas Ningxia. Jiupai News, media lokal di Wuhan, melaporkan bahwa Li meninggal akibat penyakit mendadak. Namun, kematiannya menimbulkan pertanyaan lebih luas mengenai pola kerja yang dihadapi para peneliti di China.

Li dikenal sebagai ahli dalam bidang material nano, elektrokimia, serta material optoelektronik. Ia aktif meneliti pengembangan baterai lithium dan sodium-ion serta teknologi desalinasi air laut. Sejak menjadi dosen pada 2013, Li telah menerbitkan lebih dari 100 makalah ilmiah internasional, memiliki 16 paten di China dan satu di Amerika Serikat. Tahun lalu, ia bahkan masuk dalam daftar 2 persen ilmuwan paling berpengaruh di dunia versi Universitas Stanford.

Namun di balik prestasi akademiknya, Li sempat mengungkapkan bahwa ia hanya tidur empat hingga lima jam setiap hari, demi menyelesaikan ratusan artikel dan tuntutan riset. Tidak adanya obituari resmi maupun upacara penghormatan memperlihatkan sisi sunyi dari perjuangan para ilmuwan di negeri itu.

Li bukan satu-satunya. Bulan lalu, Li Zhiming, profesor arsitektur lanskap di Universitas Kehutanan Nanjing, meninggal dunia dalam usia 50 tahun. Keluarganya menyebut kematiannya disebabkan tekanan kerja yang ekstrem. Hal serupa juga terjadi pada Yang Bingyou, Wakil Rektor Universitas Heilongjiang, yang wafat pada akhir Maret lalu.

Rentetan kematian ini menyoroti pentingnya perhatian terhadap kesejahteraan ilmuwan di tengah tuntutan produktivitas tinggi. Tekanan untuk terus memproduksi karya ilmiah dalam waktu cepat, memenuhi target publikasi, dan mengejar paten, menjadikan dunia akademik sebagai ladang kerja yang tidak selalu ramah bagi kesehatan.

Ilmuwan, bagaimanapun, adalah manusia yang membutuhkan waktu istirahat, ruang berpikir, dan keseimbangan hidup. Beban kerja yang melebihi batas kewajaran bukan hanya mengancam produktivitas jangka panjang, tetapi juga menggerus nilai kemanusiaan dalam dunia riset dan pendidikan.

Fenomena ini menjadi pengingat bahwa di balik prestasi, terdapat risiko yang harus ditangani secara serius. Pemerintah dan institusi akademik dituntut untuk mulai mengevaluasi ulang sistem kerja yang ada. Sebab tanpa ilmuwan yang sehat, kemajuan ilmu pengetahuan pun tak akan berkelanjutan.(*)

Kategori :