Raja Ampat Terluka: Ketika Tambang Nikel Membayangi Surga Laut Papua

Minggu 08 Jun 2025 - 13:53 WIB
Reporter : Edi Prasetya
Editor : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co- Keindahan Raja Ampat yang dikenal dunia karena lautnya yang jernih dan keanekaragaman hayatinya kini sedang diguncang oleh dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambang nikel. Dua perusahaan tambang, PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining, berada di tengah pusaran kontroversi yang memicu kekhawatiran publik dan reaksi cepat dari pemerintah pusat.

PT GAG Nikel, anak perusahaan milik negara di bawah naungan PT Antam Tbk, telah lama memegang kontrak karya pertambangan sejak tahun 1998. Meski sempat dikuasai mayoritas saham asing, sejak 2008 seluruh kendali saham berada di tangan Antam. Lokasi operasionalnya berada di kawasan Gag, salah satu gugusan pulau Raja Ampat yang masuk dalam zona konservasi prioritas.

Sementara itu, PT Kawei Sejahtera Mining, perusahaan yang baru beroperasi sejak 2023, juga melakukan eksplorasi bijih nikel di wilayah yang sama. Keduanya memiliki izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan sebelum pemekaran wilayah Papua Barat Daya, ketika Raja Ampat masih menjadi bagian dari Papua Barat.

Namun, keterikatan administratif itu ternyata menjadi titik lemah dalam pengawasan. Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, mengungkapkan keterbatasan kewenangan pemerintah daerah dalam menindak aktivitas tambang. Hampir seluruh wilayah Raja Ampat ditetapkan sebagai kawasan konservasi, namun ketika muncul dugaan pencemaran, daerah tidak memiliki pijakan hukum yang kuat untuk mencabut izin tambang atau menghentikan operasionalnya.

Situasi ini memunculkan ironi yang mendalam: sebuah surga alam yang dijaga oleh masyarakat adat dan diangkat sebagai destinasi kelas dunia justru dibayangi oleh risiko kerusakan ekologis yang datang dari industri ekstraktif. Dugaan pencemaran ini bukan hanya soal kerusakan fisik, melainkan menyangkut warisan alam dan ekosistem yang tak tergantikan.

Merespons keresahan publik, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengambil langkah cepat dengan menghentikan sementara operasi PT GAG Nikel. Tindakan ini menjadi sinyal bahwa negara hadir dalam menjaga kawasan konservasi strategis nasional.

Namun penghentian operasional tambang belum menjadi akhir dari cerita ini. Ada pertanyaan lebih besar yang menggantung: bagaimana kebijakan pertambangan dan konservasi bisa berjalan beriringan di wilayah yang sarat nilai ekologis dan kultural seperti Raja Ampat?

Ketika tambang masuk ke wilayah yang seharusnya dijaga sebagai harta bangsa dan dunia, diperlukan lebih dari sekadar kebijakan reaktif. Dibutuhkan kesadaran menyeluruh bahwa pembangunan tidak bisa hanya dilihat dari sisi ekonomi semata, tetapi juga dari keberlanjutan dan martabat lingkungan hidup yang menjadi rumah bersama.(*)

Kategori :