Radarlambar.bacakoran.co - Rendahnya keterlibatan investor swasta dalam proyek-proyek infrastruktur nasional ternyata bukan hanya soal risiko atau imbal hasil. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap bahwa akar masalahnya terletak pada ketidakjelasan rencana pendanaan yang membuat investor kehilangan kepercayaan sebelum proyek berjalan.
Dalam forum International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 yang berlangsung di Jakarta, Sri Mulyani menyampaikan pandangan kritis mengenai kesenjangan antara desain pembiayaan dan kepastian pendanaan. Hal ini menjadi titik lemah dalam menarik partisipasi pihak swasta untuk ambil bagian dalam pembangunan infrastruktur berskala besar.
Sri Mulyani menekankan pentingnya membedakan dua konsep krusial: pendanaan (funding) dan pembiayaan (financing). Dalam konteks infrastruktur, pendanaan merujuk pada siapa yang secara akhir bertanggung jawab atas pembayaran layanan infrastruktur yang dibangun. Sedangkan pembiayaan lebih mengarah pada sumber modal untuk membangun proyek tersebut.
Ketika proyek tidak memiliki struktur pendanaan yang kredibel—dalam arti tidak jelas siapa yang akan membayar biaya operasional dan pemeliharaannya—maka skema pembiayaan yang canggih sekalipun tak akan menarik minat pasar. Investor akan merespons secara formal, tapi pada akhirnya enggan untuk berkomitmen.
Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan besar dalam hal ketersediaan ruang fiskal. Pemerintah tidak bisa terus-menerus mengandalkan anggaran negara untuk menopang proyek infrastruktur yang nilainya triliunan rupiah. Di sisi lain, ketertarikan swasta tidak akan tumbuh jika proyek-proyek tersebut tidak memberikan kepastian pengembalian investasi.
Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk tidak hanya fokus menciptakan model pembiayaan yang kreatif, tetapi juga memperkuat perencanaan pendanaan dari hulu. Termasuk di dalamnya penetapan harga layanan yang realistis, skema subsidi yang transparan jika diperlukan, serta pemilihan proyek yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kapasitas fiskal negara.
Salah satu pesan penting dari Sri Mulyani adalah perlunya mencocokkan skema pembiayaan dengan risiko yang melekat pada proyek. Banyak proyek infrastruktur yang tampak menarik di atas kertas, namun pada pelaksanaannya justru membebani pemerintah karena tidak memiliki rencana pendanaan yang matang. Ini dapat membuat negara kembali pada pola subsidi tersembunyi yang tidak efisien dan berisiko jangka panjang.
Pemerintah dinilai harus mulai mengembangkan proses kurasi proyek secara lebih ketat, dari tahap pemilihan, persiapan, hingga pelaksanaan. Dalam beberapa kasus, pemberian subsidi tetap bisa dilakukan, asalkan jelas peruntukannya dan disusun secara terukur agar tidak menjadi beban anggaran yang tidak terkendali.
Pesan yang disampaikan Menteri Keuangan ini menjadi sinyal penting bagi kementerian teknis, lembaga pengelola proyek, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam pembangunan infrastruktur yang kompleks, kredibilitas perencanaan menjadi prasyarat mutlak. Tanpa itu, minat pasar akan tetap lemah, terlepas dari seberapa menarik proyek terlihat di permukaan.
Dengan penataan ulang yang berfokus pada integrasi antara pendanaan dan pembiayaan, diharapkan proyek-proyek infrastruktur Indonesia ke depan tidak hanya menarik di atas kertas, tetapi juga menjanjikan secara ekonomi bagi para investor.(*/edi)