Bumi 'Bernapas': Fenomena Alam yang Terungkap Lewat Data Satelit NASA

Senin 16 Jun 2025 - 20:32 WIB
Reporter : Edi Prasetya
Editor : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co – Dalam sebuah visualisasi menakjubkan yang dikembangkan oleh NASA, planet Bumi tampak ‘bernapas’ seiring dengan perubahan musim dan aktivitas tanaman. Tayangan yang kemudian viral ini menampilkan osilasi atmosfer yang menyerupai tarikan dan hembusan napas raksasa.

Visualisasi tersebut diciptakan oleh Scientific Visualization Studio (SVS) NASA dengan memanfaatkan data dari dua instrumen utama: AIRS (Atmospheric Infrared Sounder), yang mengukur kadar karbon dioksida (CO₂) di atmosfer menengah, serta MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), yang menilai kesehatan dan kerapatan vegetasi dari luar angkasa.

Melalui kombinasi data itu, para ilmuwan dapat mengamati pancaran cahaya halus yang dipancarkan tanaman selama proses fotosintesis. Cahaya ini disebut fluoresensi klorofil—tidak tampak oleh mata manusia, tetapi bisa diukur dengan satelit. Besarnya fluoresensi mencerminkan seberapa intens tanaman menyerap CO₂ dari atmosfer.

Fenomena ini dianggap sebagai "detak jantung" atau "napas" Bumi karena mengikuti ritme musiman: meningkat pada musim panas ketika tanaman aktif berfotosintesis, dan menurun saat musim dingin ketika vegetasi melambat. Pola ini paling terlihat di belahan Bumi utara yang didominasi daratan luas.

Secara sederhana, fenomena ini tidak menunjukkan bahwa Bumi bernapas seperti manusia, melainkan menggambarkan siklus alami karbon yang vital. Tanaman menyerap sinar matahari, melakukan fotosintesis, dan melepaskan sebagian kecil energi sebagai cahaya khusus. Sementara itu, tanah dan laut juga berperan dalam menyerap dan melepaskan karbon.

Pada musim kemarau atau saat terjadi tekanan lingkungan seperti kekeringan, pancaran cahaya tanaman melemah—menandakan bahwa aktivitas fotosintesis sedang menurun, dan 'napas' Bumi menjadi lebih lambat.

Animasi berbasis data ini menjadi alat penting untuk memvisualisasikan kompleksitas siklus karbon global dan membantu manusia lebih memahami peran penting hutan sebagai ‘paru-paru’ dunia. Kini, berkat kemajuan teknologi satelit, kita bisa memantau kesehatan ekosistem global dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.(*)

Kategori :