Radarlambar.bacakoran.co - Penyanyi muda asal Banyuwangi, Farel Prayoga, kembali menjadi perhatian publik. Namun kali ini bukan karena penampilannya di panggung atau lagu-lagu viralnya, melainkan karena kabar mengejutkan yang datang dari keluarganya. Ayah Farel, Joko Suyoto, diamankan pihak kepolisian atas dugaan keterlibatan dalam aktivitas judi online (judol).
Meskipun berita ini cukup mengejutkan bagi sebagian besar masyarakat, Farel menunjukkan reaksi yang sangat tenang. Bahkan, menurut pengakuan orang terdekatnya, Farel sama sekali tidak menunjukkan keterkejutan saat menerima kabar penangkapan sang ayah.
Menurut Rais, sosok yang kini mendampingi Farel dalam kehidupan sehari-hari sekaligus pengelola kariernya, Farel sudah sejak lama mengetahui kebiasaan buruk ayahnya yang terlibat dalam aktivitas judi daring. Maka ketika kabar penangkapan itu datang, remaja berusia 14 tahun itu merespons dengan sikap yang tak terduga: tenang, bahkan cenderung cuek.
“Waktu ayahnya diamankan, Farel sedang bersama saya di Jakarta. Kita dapat kabar lewat telepon sekitar jam enam pagi. Kakaknya telepon dan kasih tahu soal penangkapan itu. Saya tanya ke Farel, dia cuma jawab singkat, ‘Papaku udah ditangkap, dibawa sama ibuku,’ lalu dia lanjut tidur,” cerita Rais.
Reaksi santai dari Farel ini menandakan bahwa peristiwa tersebut bukanlah sesuatu yang mengejutkan baginya. Meski demikian, pihak pengelola tetap memberikan perhatian khusus terhadap kondisi psikologis penyanyi muda itu.
Rais menegaskan bahwa meski Farel tampak kuat secara mental, tidak berarti ia kebal terhadap tekanan emosional. Oleh karena itu, langkah preventif pun diambil dengan menyediakan pendampingan psikologis dari tenaga profesional.
“Kita sudah lakukan assessment psikolog untuk Farel. Secara umum, hasilnya baik dan stabil. Tapi tentu ada beberapa catatan penting yang harus terus diperhatikan ke depannya. Ini langkah antisipasi agar tidak muncul dampak psikologis yang tertunda,” ungkapnya.
Pendampingan ini juga menjadi bentuk dukungan agar Farel tetap fokus menjalani masa remajanya tanpa terganggu tekanan mental yang bisa datang sewaktu-waktu akibat permasalahan keluarga.
Salah satu langkah konkret yang telah diambil untuk menjaga stabilitas Farel adalah dengan memindahkannya dari Banyuwangi ke Jakarta. Tidak hanya untuk menjauhkan dari lingkungan yang mungkin memberi tekanan, tetapi juga untuk mengoptimalkan pengembangan potensi dirinya di bidang pendidikan dan musik.
“Farel sudah saya pindahkan ke sekolah di Jakarta. Kita pilih sistem pendidikan yang fleksibel, khusus untuk anak-anak berbakat. Dulu dia pakai kurikulum merdeka di sekolah asalnya, dan di Jakarta kita teruskan pendekatan itu,” jelas Rais.
Keputusan ini juga didukung oleh pihak sekolah lama Farel di SMP Negeri 1 Cluring, Banyuwangi. Kepala sekolahnya bahkan menyarankan agar Farel segera pindah demi menjaga fokus dan stabilitas belajarnya.
“Pihak sekolah juga bilang, dengan kondisi seperti ini, sebaiknya Farel ada di lingkungan yang bisa menguatkan dia secara psikologis dan akademik. Maka saya dan keluarga terbuka untuk mendampingi dia secara penuh di Jakarta,” tambah Rais.
Meski kini tinggal bersama keluarga manajernya di Jakarta, Farel tidak diputus dari hubungan dengan keluarganya sendiri. Keluarga besar dari Banyuwangi, termasuk sang ibu, masih rutin mengunjungi dan menjalin komunikasi dengan Farel.
“Kita terbuka kok, siapa pun dari pihak keluarga yang mau datang, silakan. Hubungan Farel dengan ibunya dan keluarganya tetap baik. Jadi tidak ada pemutusan relasi. Justru sekarang kita lebih jaga semuanya tetap terhubung,” tutup Rais. (*/lusi)