Radarlambar.bacakoran.co – Pemerintahan Donald Trump kembali memperketat jeratan ekonomi terhadap Iran dan kelompok Hizbullah di Lebanon dengan mengumumkan paket sanksi terbaru. Langkah ini disebut sebagai upaya meningkatkan tekanan terhadap Teheran agar kembali ke meja perundingan nuklir dan untuk membatasi aktivitas proksi Iran di kawasan Timur Tengah.
Sanksi yang diumumkan Departemen Keuangan AS kali ini menargetkan jaringan yang diduga memfasilitasi perdagangan minyak Iran senilai miliaran dolar. Sebagian besar keuntungan dari aktivitas tersebut disebut mengalir ke Korps Garda Revolusi Islam-Pasukan Quds (IRGC-QF), unit elite militer Iran.
Salah satu individu yang masuk daftar hitam adalah pengusaha Irak Salim Ahmed Said. Ia dituduh membantu menyelundupkan minyak Iran dengan berbagai modus, termasuk penyamaran identitas asal minyak dan pencampuran dengan minyak mentah Irak. Selain itu, sejumlah kapal yang disebut sebagai bagian dari “armada bayangan” Iran, yang digunakan untuk mengangkut minyak secara diam-diam, juga dibekukan asetnya.
Sanksi ini juga memperluas tekanan ke Hizbullah dengan memasukkan tujuh pejabat senior kelompok tersebut dan satu entitas yang terkait dengan lembaga keuangan Al-Qard Al-Hassan (AQAH). AQAH dituding menjadi jalur pendanaan rahasia yang digunakan Hizbullah untuk mengaburkan kepentingannya dalam transaksi perbankan di Lebanon. Pemerintah AS menilai skema ini meningkatkan risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme di sektor keuangan Lebanon.
Selain memotong aliran dana Hizbullah, langkah Washington ini juga diarahkan untuk mendukung upaya pemerintah Lebanon membatasi pengaruh kelompok bersenjata tersebut di dalam negeri.
Sanksi terhadap Iran bukan hal baru dalam sejarah hubungan kedua negara. Sejak Revolusi Iran 1979 yang menggulingkan Shah Reza Pahlavi dan diikuti krisis penyanderaan Kedutaan Besar AS di Teheran, Washington telah memberlakukan beragam sanksi ekonomi. Larangan perdagangan, pembekuan aset, hingga embargo sektor energi menjadi bagian dari tekanan berkelanjutan terhadap Teheran.
Tidak hanya AS, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa juga sempat menjatuhkan sanksi kepada Iran sejak 2006 sebagai respons atas program nuklir yang dianggap kontroversial. Sanksi-sanksi tersebut meliputi larangan ekspor senjata, pembatasan perdagangan teknologi nuklir, hingga pembekuan aset-aset yang terkait dengan pemerintah Iran.
Sanksi terbaru ini dinilai sebagai bagian dari strategi AS untuk mengisolasi Iran secara ekonomi sekaligus melemahkan kemampuan proksi-proksi Iran seperti Hizbullah yang dianggap berpotensi menimbulkan instabilitas di Timur Tengah. (*)
Kategori :