RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Perum Bulog mencatat mayoritas stok beras nasional, yakni sekitar 92 persen, berada di tangan pelaku usaha swasta. Sementara porsi yang berada di bawah kendali pemerintah hanya sekitar 4 juta ton atau 8 persen dari total produksi beras nasional yang diperkirakan mencapai 35 juta ton.
Kondisi ini menjadi tantangan besar dalam pengendalian harga, karena kemampuan intervensi pemerintah di pasar masih sangat terbatas. Meski demikian, Bulog menegaskan stok yang dikuasai pemerintah dikelola secara strategis untuk menjaga stabilitas harga dan melindungi daya beli masyarakat.
Dengan posisi sebagai pemilik stok beras terbesar di sektor publik, Bulog memanfaatkan jaringan distribusi luas yang menjangkau pasar tradisional, ritel modern, outlet Rumah Pangan Kita (RPK), hingga mitra distribusi di pelosok daerah. Upaya distribusi ini menjadi salah satu senjata untuk menekan gejolak harga di tingkat konsumen.
Hingga pertengahan Agustus 2025, Bulog telah menggelar penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di seluruh provinsi. Operasi pasar dilakukan secara masif di berbagai titik penjualan untuk mencegah kenaikan harga, khususnya menjelang periode konsumsi tinggi seperti hari besar dan musim paceklik.
Pemerintah menilai kestabilan harga beras tidak hanya bergantung pada total stok nasional, tetapi juga distribusi penguasaan stok dan dinamika pasar yang melibatkan banyak pelaku usaha. Data penguasaan mayoritas stok oleh swasta menjadi perhatian setelah Presiden Prabowo Subianto mengkritisi adanya praktik dominasi dan manipulasi pasar yang merugikan rakyat.
Sebagai langkah antisipasi, pemerintah akan memberlakukan kewajiban izin khusus bagi pengusaha penggilingan beras skala besar. Kebijakan ini diharapkan mampu memastikan beras yang beredar memenuhi standar takaran, kualitas, dan harga yang wajar, sekaligus memperkuat peran negara dalam menjaga ketahanan pangan.(*)