RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memicu kontroversi dengan mengancam akan mengerahkan "Departemen Perang" di Chicago. Langkah ini dinilai sebagai upaya Trump memperluas pengerahan pasukan ke kota-kota besar AS yang dikuasai Partai Demokrat.
Ancaman itu disampaikan Trump lewat akun Truth Social, Sabtu (6/9). “Chicago akan mencari tahu mengapa ini disebut Departemen Perang,” tulisnya, merujuk pada operasi militer yang sebelumnya ia terapkan di Washington DC dengan mengerahkan Garda Nasional dan memperbanyak agen federal.
Pernyataan Trump memicu kemarahan Gubernur Illinois JB Pritzker. Dalam unggahan di X, Pritzker menegaskan, “Presiden Amerika Serikat mengancam untuk berperang dengan sebuah kota di Amerika. Ini bukan lelucon. Ini tidak normal. Illinois tidak akan terintimidasi oleh diktator yang ingin menjadi diktator.”
Unggahan Trump bahkan disertai gambar AI dirinya dengan kutipan “Saya suka bau deportasi di pagi hari,” yang meniru dialog film Apocalypse Now (1979).
Sementara itu, gelombang protes meluas di Chicago pada Sabtu malam (6/9). Massa membawa spanduk bertuliskan “hentikan rezim fasis ini!” dan “tidak ada Trump, tidak ada pasukan.” Rute unjuk rasa melewati Menara Trump di Chicago, di mana demonstran melontarkan gestur penolakan.
Protes serupa juga terjadi di Washington DC. Ribuan demonstran berbaris melintasi pusat kota membawa bendera AS terbalik, simbol negara dalam bahaya. Mereka menuntut diakhirinya pengerahan pasukan Garda Nasional yang sudah berlangsung sejak Trump menetapkan “keadaan darurat kejahatan” pada Agustus.
Trump sebelumnya sudah mengerahkan pasukan di Los Angeles dan Washington, yang menuai kecaman keras karena melibatkan agen ICE bertopeng, menggunakan mobil tanpa tanda, dan melakukan penangkapan tanpa surat perintah.
Selain Chicago, Trump juga mengancam akan mengirim pasukan ke Baltimore dan New Orleans. Sehari sebelumnya, Jumat (5/9), ia bahkan menandatangani perintah yang mengubah nama Department of Defense menjadi Department of War, dengan dalih mengirimkan “pesan kemenangan” ke dunia.
Kepala Pentagon Pete Hegseth menyambut langkah tersebut, menyebut AS akan “tanpa permintaan maaf menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya.”(*)