Bea Cukai Diancam Dibekukan, 16 Ribu Pegawai Dirumahkan

Ilustrasi Bea Cukai--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan pernyataan tegas yang mengguncang internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ia membuka kemungkinan membekukan institusi tersebut dan merumahkan 16 ribu pegawainya bila perbaikan kinerja tidak menunjukkan hasil signifikan dalam satu tahun ke depan. Ancaman itu disampaikan langsung usai Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Kamis (27/11).

Purbaya mengungkapkan ia telah meminta izin khusus kepada Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pembenahan besar-besaran. Menurutnya, langkah drastis perlu ditempuh karena tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja Bea Cukai kembali menurun, terutama akibat praktik penyimpangan yang mencuat dalam beberapa tahun terakhir.

“Biarkan, beri waktu saya memperbaiki Bea Cukai. Karena ancamannya serius: kalau Bea Cukai tidak bisa memperbaiki kinerjanya dan masyarakat masih tidak puas, Bea Cukai bisa dibekukan,” tegasnya.

Dalam pernyataannya, Purbaya bahkan menyebut kemungkinan mengembalikan sistem lama yang pernah diterapkan pada era Presiden ke-2 RI Soeharto. Kala itu, Soeharto membekukan Bea Cukai pada 1985 dan menyerahkan sebagian tugas bea-masuk kepada perusahaan independen asal Swiss, Suisse Generale Surveillance (SGS).

“Diganti dengan SGS, seperti zaman dulu. Jadi sekarang, orang-orang Bea Cukai mengerti betul ancaman yang mereka hadapi,” ujar Purbaya.

Referensi sejarah tersebut menjadi pesan simbolik bahwa pemerintah tidak segan mengambil langkah ekstrem apabila pembenahan internal gagal menghasilkan perubahan nyata. Pada masa itu, pembekuan berlangsung selama empat tahun, dan seluruh pegawai Bea Cukai dirumahkan demi membersihkan praktik korupsi yang sudah mengakar.

Meski ancaman keras disampaikan, Purbaya menilai ada tanda-tanda positif dari internal Bea Cukai. Ia menyebut pegawai mulai menunjukkan semangat memperbaiki diri seiring pengawasan yang makin ketat. Salah satu terobosan yang sedang diuji adalah penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk memantau titik-titik rawan penyimpangan.

Langkah ini diharapkan mempersempit ruang gerak praktik nakal seperti underinvoicing—manipulasi nilai barang ekspor-impor yang merugikan negara. Dengan sistem yang lebih transparan dan pengawasan otomatis, peluang permainan di lapangan dapat ditekan secara signifikan.

“Kita pelajari betul. Sekarang kemajuannya cukup baik. Saya pikir tahun depan sudah aman lah. Artinya Bea Cukai bisa bekerja dengan baik dan profesional,” kata Purbaya optimistis.

Meski demikian, ancaman tetap berlaku. Purbaya menekankan bahwa apabila reformasi tidak menunjukkan hasil berarti dalam waktu satu tahun, maka opsi pembekuan dan perumahan massal tetap terbuka. Total sekitar 16 ribu pegawai Bea Cukai dapat terdampak keputusan tersebut.

“Kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16 ribu pegawai Bea Cukai dirumahkan. Orang Bea Cukai pintar-pintar dan mereka siap mengubah keadaan,” tegasnya.

Pernyataan tersebut menjadi salah satu ultimatum paling keras dalam sejarah Kementerian Keuangan modern. Opsi sanksi struktural semacam ini jarang muncul dan hanya pernah terjadi pada masa pemerintahan Soeharto empat dekade lalu.

Bea Cukai selama bertahun-tahun berada dalam sorotan publik akibat beragam kasus, mulai dari pungutan liar, penyelundupan, hingga keluhan importir terkait prosedur berbelit. Di era teknologi dan keterbukaan informasi, keluhan semacam itu cepat menyebar di masyarakat dan menurunkan citra institusi.

Kemenkeu melihat perlunya perbaikan menyeluruh, bukan sekadar disiplin internal. Sistem pengawasan harus kuat, teknologi harus modern, dan standar layanan harus setara dengan institusi kepabeanan negara-negara maju.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan