RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - PT Pertamina (Persero) melaporkan pendapatan mencapai Rp672 triliun per Juli 2025. Pencapaian itu diraih meskipun harga minyak mentah dunia, solar, serta kurs dolar Amerika Serikat mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius, menjelaskan kinerja keuangan perusahaan masih terjaga positif karena efisiensi dan diversifikasi usaha yang dijalankan sejak awal tahun. Menurutnya, strategi penguatan operasional dan hilirisasi energi membuat perusahaan mampu bertahan di tengah fluktuasi pasar global.
Selain mencatatkan kinerja positif, Pertamina menjadi penyumbang utama pendapatan negara dari sektor BUMN. Hingga Juli 2025, kontribusinya melalui pajak, dividen, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp225,6 triliun. Nilai itu menempatkan Pertamina sebagai BUMN dengan setoran terbesar, sekaligus motor penerimaan bagi pemerintah.
Kementerian BUMN menilai capaian tersebut memperlihatkan peran strategis Pertamina, bukan hanya sebagai pengelola energi, tetapi juga penopang fiskal nasional.
Di sisi operasional, Simon memaparkan beberapa tonggak penting yang dicapai Pertamina sepanjang semester pertama 2025. Di antaranya: Penemuan cadangan migas baru sebesar 724 juta barrel oil equivalent di wilayah kerja Rokan, Produksi sustainable aviation fuel (SAF) pertama di Asia Tenggara dengan kapasitas 9 ribu barel per hari, Revitalisasi tangki Arun berkapasitas 127.200 m³ yang ditargetkan tuntas 2025, Pengoperasian PLTP Lumut Balai dengan kapasitas produksi 800 GWh, Peluncuran Pertamax Green 95 di 160 SPBU, dengan penjualan mencapai 4,83 ribu kiloliter.
Selain itu, Simon menyebut proyek besar Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan ditargetkan mulai beroperasi uji coba pada 10 November 2025 dan berproduksi penuh sepekan kemudian dengan kapasitas awal yang signifikan.
Pertamina juga menjalankan mandat strategis pemerintah. Program BBM Satu Harga telah menjangkau 573 titik dengan total volume penyaluran 2,6 juta kiloliter. Di sisi lain, subsidi energi tetap berjalan melalui penyediaan Pertalite dan LPG 3 kg. Perusahaan juga memberikan diskon avtur 10 persen selama periode hari raya guna mendukung konektivitas udara nasional.
Analis energi dari Universitas Gadjah Mada, Darmawan Prasetyo, menilai capaian Pertamina mencerminkan transisi strategi dari perusahaan minyak tradisional menjadi energy company. Temuan cadangan migas di Rokan memperkuat ketahanan energi jangka pendek, sementara produksi SAF dan peluncuran Pertamax Green 95 mengindikasikan arah baru menuju energi bersih.
Namun, Darmawan juga menekankan tantangan besar ke depan, terutama pendanaan proyek hijau dan tekanan global untuk mempercepat transisi energi. “Pertamina berada di persimpangan: di satu sisi harus menjaga suplai energi fosil agar ekonomi tidak terguncang, di sisi lain dituntut mempercepat investasi di energi baru terbarukan,” katanya dalam analisis yang dibacakan dalam forum energi nasional pekan ini.
Dengan pendapatan ratusan triliun, kontribusi besar ke kas negara, serta sederet proyek strategis, Pertamina semakin menegaskan perannya sebagai tulang punggung energi sekaligus pilar ekonomi nasional.
Namun keberlanjutan kinerja itu tetap dipengaruhi dinamika global: volatilitas harga minyak, geopolitik energi, serta kecepatan adopsi energi terbarukan di dalam negeri.(*/edi)