Malaysia Turunkan Harga BBM Ron 95 Jadi Rp7.672, Indonesia Bagaimana?

Kementerian ESDM menyatakan sampai saat ini pemerintah belum ada rencana menurunkan harga BBM Ron 95 Cs seperti yang dilakukan oleh Malaysia. -Foto CNN Indonesia-

Radarlambar.bacakoran.co – Pemerintah Indonesia belum memasukkan opsi penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam agenda kebijakan jangka pendek, meski sejumlah negara tetangga seperti Malaysia mulai mengoreksi harga BBM demi meredam tekanan masyarakat. Hingga saat ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan belum ada pembahasan yang mengarah ke kebijakan penurunan harga BBM jenis RON95 atau sejenisnya.

Situasi ini muncul di tengah langkah Malaysia yang menurunkan harga BBM RON95 menjadi 1,99 ringgit per liter, atau sekitar Rp7.672. Penurunan ini terjadi setelah meningkatnya tekanan publik terhadap pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim, yang sebelumnya menghadapi desakan pengunduran diri akibat kenaikan harga kebutuhan pokok. Pemerintah Malaysia kemudian mengambil langkah afirmatif dengan memotong harga BBM bersubsidi untuk warga negara Malaysia, sementara warga asing tetap dikenai harga pasar.

Kondisi tersebut menimbulkan perbandingan langsung dengan harga BBM serupa di Indonesia, yang saat ini masih berada di kisaran Rp13.500 hingga Rp13.780 per liter tergantung penyedia. PT Pertamina (Persero) mematok harga Pertamax Green 95 di level Rp13.500 per liter, sedangkan perusahaan swasta seperti Shell, BP-AKR, dan Vivo menjual produk BBM RON95 mereka dengan harga berkisar Rp13.580 hingga Rp13.780 per liter.

Perbedaan signifikan ini menjadi sorotan, terutama dalam konteks daya beli masyarakat serta peran subsidi pemerintah dalam menstabilkan harga energi. Namun, pemerintah Indonesia tetap memilih pendekatan kehati-hatian, mempertimbangkan kondisi fiskal nasional, tren harga minyak dunia, serta kebutuhan menjaga ruang anggaran untuk sektor prioritas lainnya seperti infrastruktur, pendidikan, dan perlindungan sosial.

Di tengah volatilitas harga minyak global, beban subsidi energi yang telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir mendorong pemerintah untuk memperketat alokasi subsidi, khususnya BBM jenis tertentu. Pemerintah fokus pada penyaluran subsidi yang lebih tepat sasaran, misalnya untuk solar dan minyak tanah, serta menerapkan pendekatan harga pasar untuk BBM non-subsidi seperti Pertamax dan RON95.

Selain itu, ketergantungan terhadap impor BBM dan dinamika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turut menjadi pertimbangan dalam menentukan harga domestik. Dengan tidak adanya kebijakan penurunan harga dalam waktu dekat, konsumen dalam negeri masih harus beradaptasi dengan harga BBM yang relatif tinggi dibandingkan negara tetangga, terutama untuk produk dengan oktan tinggi seperti RON95.

Pemerintah juga memantau perkembangan regional dan global secara berkala, termasuk kebijakan harga energi negara tetangga. Setiap perubahan kebijakan energi akan melalui kajian menyeluruh oleh kementerian terkait dan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), untuk memastikan stabilitas harga tetap terjaga tanpa mengganggu keseimbangan fiskal dan keberlanjutan subsidi.

Dengan situasi tersebut, masyarakat diimbau untuk tetap bijak dalam menggunakan energi, sembari menunggu kepastian lebih lanjut dari pemerintah terkait arah kebijakan harga BBM, terutama jika tren harga minyak mentah global kembali menurun.(*/edi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan