PESISIR TENGAH - Ancaman banjir masih menjadi persoalan serius bagi Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar). Keberadaan puluhan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membentang hampir di seluruh kecamatan menjadi pemicu utama risiko banjir musiman.
Meski sebagian besar kecamatan masih tergolong kategori rendah dalam indeks bahaya, data yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memperlihatkan bahwa potensi banjir tetap mengintai, terutama saat curah hujan berada pada intensitas tinggi.
Kepala BPBD Pesbar, Imam Habibbudin, S.Hut., M.Si., melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Sena Atmaja, menjelaskan bahwa kondisi hidrologi di kabupaten setempat dipengaruhi oleh keberadaan DAS yang cukup besar. Beberapa di antaranya, yakni DAS Way Bambang dengan panjang aliran mencapai 26,56 kilometer, DAS Tenumbang sepanjang 27,39 kilometer, dan DAS Menangakiri yang membentang hingga 25,93 kilometer. Selain itu, masih ada DAS Pemerihan, Belambang, hingga Way Biha yang turut masuk dalam daftar aliran besar dengan daya tampung air cukup tinggi.
“Hampir semua kecamatan memiliki DAS yang berfungsi sebagai sumber air, tetapi sekaligus menyimpan ancaman bencana. Kecamatan Lemong, misalnya, dilintasi DAS Selayan, Mengkudu, Halami, hingga Walur. Di Pesisir Utara terdapat DAS Tanjung Alur, Bayuk, dan Way Kendaway,” kata Sena Atmaja, Senin, 15 September 2025.
Kemudian, kata dia, Kecamatan Bangkunat tercatat sebagai wilayah dengan jumlah DAS terbanyak. Di sana mengalir DAS Way Bambang, Pemerihan, Manangakiri, Belambang, hingga Way Pintau. Kondisi geografis tersebut membuat kawasan Bangkunat menjadi titik rawan yang harus diawasi ketat. Sungai-sungai besar yang membelah kawasan pesisir akan membawa dampak besar ketika curah hujan ekstrem terjadi. Jika daya tampung tidak memadai, air berisiko meluap dan menggenangi pemukiman, terutama yang berada di sekitar bantaran.
“Hampir seluruh kecamatan di Pesbar memiliki aliran sungai besar. Saat musim hujan dengan intensitas tinggi, banjir bisa muncul kapan saja. Hal ini yang harus menjadi perhatian bersama, baik pemerintah maupun masyarakat,” jelasnya.
Berdasarkan hasil pemetaan BPBD, total luas potensi bahaya banjir di Pesbar mencapai 271.457,9 hektare. Luasan ini tersebar di seluruh kecamatan, dengan tingkat risiko berbeda-beda. Beberapa wilayah yang cukup rawan antara lain Pesisir Selatan, Pesisir Tengah, Krui Selatan, Karyapenggawa, Lemong, Ngaras, dan Ngambur.
“Selain faktor geografis, kepadatan penduduk di sekitar DAS memperbesar risiko. Banjir bukan hanya soal genangan air, tetapi juga menyangkut keselamatan jiwa dan kerugian ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Masih kata dia, untuk menekan potensi tersebut, BPBD bersama sejumlah instansi terkait telah menyiapkan langkah mitigasi. Program normalisasi sungai, penanaman vegetasi di kawasan hulu, hingga penguatan sistem peringatan dini sedang digencarkan. Selain itu, edukasi masyarakat mengenai bahaya banjir juga terus dilakukan.
“Kami mendorong warga yang tinggal di bantaran sungai agar lebih waspada. Jangan membuang sampah ke sungai, jaga alur air tetap lancar, dan pahami prosedur evakuasi bila banjir datang,” jelasnya.
Dikatakannya, keterlibatan masyarakat menjadi kunci dalam mengurangi risiko bencana. Pemerintah, menurutnya, tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan penuh dari warga. Kesadaran kolektif diperlukan agar upaya mitigasi berjalan efektif.
“Kesiapsiagaan bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Semua pihak harus ikut serta, karena yang terdampak langsung adalah masyarakat sendiri,” katanya.
Meski indeks bahaya banjir di Pesbar masih tergolong rendah, ancaman tetap nyata seiring perubahan iklim yang meningkatkan intensitas hujan. Kondisi geografis wilayah pesisir yang memiliki aliran sungai langsung bermuara ke laut, memperbesar risiko terjadinya banjir bandang maupun genangan air.
“Selain banjir, Pesbar juga menghadapi potensi tanah longsor di sejumlah titik. Karena itu, koordinasi lintas sektor, pemetaan daerah rawan, serta kesiapsiagaan warga menjadi kunci untuk menekan kerugian akibat bencana,” pungkasnya. (yayan/*)