19 Anak di Lampung Barat Jadi Korban Kekerasan

Senin 29 Sep 2025 - 17:29 WIB
Reporter : Lusiana Purba

BALIKBUKIT – Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Lampung Barat kembali menjadi perhatian serius. Sepanjang Januari hingga akhir September 2025, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) mencatat telah terjadi 10 kasus kekerasan yang melibatkan anak di bawah umur sebagai korban.

Plt. Kepala DP2KBP3A Lampung Barat, Budi Kurniawan, S.I.P, M.M., mengungkapkan bahwa dari total kasus yang tercatat, jumlah korban mencapai 19 anak, yang seluruhnya masih berusia di bawah 17 tahun.

“Mayoritas kasus merupakan pencabulan dan persetubuhan terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa. Untuk pelaku, sebagian besar sedang menjalani proses hukum dan telah divonis pengadilan,” ungkap Budi, Senin (29/9/2025).

Terkait kasus-kasus tersebut, Budi menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam. Melalui unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) di dinasnya, pihaknya telah memberikan pendampingan hukum dan psikologis kepada para korban, termasuk mendampingi proses persidangan.

“Kami terus berupaya memastikan hak-hak korban tetap terpenuhi. Selain itu, kami juga bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lambar untuk memastikan proses hukum berjalan secara adil dan tuntas,” jelasnya.

Budi juga menyebutkan bahwa korban kekerasan anak perlu mendapatkan perhatian khusus, tidak hanya dari sisi hukum, namun juga pemulihan mental dan psikologis agar bisa kembali menjalani kehidupan dengan normal.

Sebagai langkah pencegahan, DP2KBP3A Lambar bersama dengan Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) gencar melakukan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat, khususnya para orang tua, guru, dan tokoh masyarakat.

“Kami memberikan penyuluhan kepada masayarakat agar lebih waspada terhadap potensi kekerasan, terutama yang terjadi dalam lingkup keluarga dan lingkungan sekitar anak,” ujar Budi.

Ia juga berharap peran orang tua agar mengawasi pergaulan anak anaknya dan aktivitas anak di media sosial. Pasalnya, banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak yang berawal dari interaksi di dunia maya.

“Kami minta agar orang tua lebih peduli dan aktif memantau aktivitas anak, baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun saat mereka menggunakan gadget. Bila ada perilaku mencurigakan, segera laporkan ke sekolah, aparat pekon, penengah hukum atau langsung ke UPTD PPA,” tambahnya.

DP2KBP3A juga mengajak semua pihak untuk mengambil peran dalam memutus mata rantai kekerasan terhadap anak. Mulai dari masyarakat umum, perangkat pekon, hingga tenaga pendidik diharapkan memiliki sensitivitas terhadap tanda-tanda kekerasan yang mungkin dialami anak.

“Kekerasan terhadap anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Kita harus bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak,” pungkas dia. (lusiana)

Kategori :