RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Dua tahun setelah serangan militer besar-besaran Israel ke Gaza, posisi Hamas memang semakin terdesak. Namun kelompok itu belum sepenuhnya kalah. Kekuatan militer Israel yang jauh lebih unggul tidak serta merta mampu menghapus eksistensi kelompok militan tersebut dari wilayah Palestina.
Sebelum perang pecah akibat serangan 7 Oktober 2023, Hamas diperkirakan memiliki sekitar 25.000 hingga 30.000 anggota. Dua tahun berlalu, laporan berbagai lembaga internasional menunjukkan ribuan milisi tewas, tetapi jumlah pasti masih diperdebatkan. Data rahasia yang dikutip media Inggris dan Israel memperkirakan sekitar 8.900 milisi Hamas dan Jihad Islam telah tewas hingga pertengahan 2025. Namun, sebagian besar korban di Gaza—lebih dari 80 persen—adalah warga sipil.
Selama konflik, Hamas menyesuaikan strategi tempurnya. Mereka kini lebih bergantung pada perang gerilya, serangan cepat, dan taktik penyergapan. Jumlah serangan roket ke Israel menurun tajam, tetapi aksi penyergapan di Khan Younis dan peluncuran roket pada September 2025 menunjukkan kelompok itu masih memiliki kemampuan serangan terbatas.
Di tengah tekanan militer, Hamas justru merekrut ribuan anggota baru, sebagian besar pemuda tanpa pelatihan yang bergabung dalam Brigade Qassam. Perekrutan ini diyakini untuk menggantikan pasukan yang gugur sekaligus mempertahankan operasi di Gaza dan Tepi Barat.
Namun, kekuatan sipil Hamas di Gaza mulai goyah. Sistem pemerintahan yang dulu dikelola kelompok itu kini kacau akibat serangan Israel dan krisis dana. Banyak pegawai negeri dibayar dengan uang tunai cadangan, dan lembaga bantuan internasional mulai memutus komunikasi dengan otoritas Hamas. Kekosongan pemerintahan diisi kelompok kriminal serta klan lokal yang memperparah ketidakstabilan.
Meski kehilangan sebagian besar pimpinan militernya, Hamas masih memiliki satu komandan utama. Bagi banyak pengamat, ini menjadi bukti bahwa kelompok tersebut masih eksis, meski dalam kondisi terfragmentasi. Sejumlah analis menyebut, melemahkan Hamas mungkin merupakan kemenangan paling realistis bagi Israel, sebab ideologi kelompok itu tidak bisa dimusnahkan sepenuhnya.
Dalam dua tahun perang yang belum menunjukkan tanda akhir, Hamas tampak mengutamakan bertahan hidup daripada pertempuran langsung. Bagi kelompok itu, keberlangsungan eksistensi saja sudah menjadi bentuk kemenangan. (*)