RADARLAMBARBACAKORAN.CO– Ketegangan internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) semakin mengemuka setelah munculnya ultimatum Rais Aam KH Miftachul Akhyar yang meminta Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Situasi ini menuai penolakan dari Katib Syuriah PBNU, KH Nurul Yakin Ishaq, yang menilai langkah tersebut tidak memiliki landasan hukum organisasi maupun dasar syariat.
Menurutnya, posisi Ketua Umum merupakan mandat Muktamar sehingga pemberhentian hanya dapat dilakukan melalui forum tersebut. Ia menegaskan bahwa mekanisme rapat harian Syuriah tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan Ketua Umum maupun pengurus lembaga di bawah PBNU. Selain persoalan struktur, ia menilai keputusan yang dibahas tanpa kehadiran pihak yang menjadi objek keputusan menimbulkan persoalan prosedural yang serius.
Di tengah situasi yang memanas, KH Nurul Yakin mendorong penyelesaian melalui rekonsiliasi antara Rais Aam dan Ketua Umum. Ia menekankan bahwa Gus Yahya telah menyatakan kesiapan untuk melakukan islah demi menjaga keutuhan organisasi. Namun, penolakan terhadap upaya tersebut dikhawatirkan membuka peluang terjadinya perpecahan di internal NU.
Kisruh internal PBNU sebelumnya mencuat setelah risalah rapat harian Syuriah beredar luas di publik sejak 21 November. Dokumen tersebut berisi rekomendasi agar Gus Yahya mundur dari jabatannya dengan sejumlah alasan yang dijadikan dasar. Salah satunya adalah kehadiran narasumber yang dinilai memiliki keterkaitan dengan jaringan Zionisme internasional dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU). Hal itu dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah dan bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi NU.
Selain itu, penyelenggaraan AKN NU di tengah kecaman dunia internasional terhadap Israel dianggap melanggar ketentuan peraturan organisasi. Rapat harian Syuriah juga menyoroti tata kelola keuangan PBNU yang dianggap menimbulkan indikasi pelanggaran syariat, aturan hukum, Anggaran Rumah Tangga, serta ketentuan organisasi lainnya. Temuan tersebut dinilai berpotensi membahayakan legalitas badan hukum PBNU.
Namun demikian, dinamika internal mulai mereda setelah Rapat Alim Ulama PBNU yang digelar pada 23 November di Jakarta menyepakati bahwa tidak ada pemakzulan terhadap Ketua Umum. Rapat tersebut menegaskan bahwa kepengurusan PBNU tetap berjalan hingga akhir masa jabatan satu periode muktamar. Seluruh pihak menyatakan komitmen untuk menjaga soliditas organisasi dengan menutup ruang bagi wacana pengunduran diri maupun pemberhentian. (*)