SUKAU - Ditemukannya sejumlah material aspal yang membeku pada pelaksanan proyek penanganan jalan Provinsi ruas Liwa-Ranau, tepatnya di Pekon Bandarbaru, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat yang sebelumnya menuai kritik masyarakat kian menguatkan bahwa kualitasnya memang diragukan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari sejumlah pihak berkompeten bahwa salah satu penyebab kerusakan aspal yang sering terjadi adalah aggregat aspal sudah dingin ketika sampai di lapangan.
Alasannya karena jarak AMP (Asphalt mixing plant) dengan lokasi pengaspalan terlalu jauh. Namun alasan itu tidak bisa dibenarkan karena kontraktor terikat dengan spesifikasi dan kontrak.
Sumber ini juga menjelaskan bahwa suhu aspal yang normal pada saat dituangkan di asphalt finisher adalah 135-150°CC, Pemadatan Awal, 125 - 145 derajat celcius. Pemadatan antara 100-125 derajat celcius. Pemadatan Akhir, kurang lebih 97 derajat celcius.
Biasanya sebelum dihamparkan akan diperiksa terlebih dahulu menggunakan termometer. Apabila suhu aspal menjadi dingin dan kurang dari suhu yang diisyaratkan maka aggregat aspal menjadi keras menggumpal.
Aggregat aspal yang menggumpal akan menyebabkan aggregat aspal susah dipadatkan sehingga density aspal menjadi berkurang. Apabila dipaksakan tetap dihampar dalam waktu beberapa minggu setelah pengaspalan akan cepat rusak karena tidak homogen lagi.
Kondisi itu dibenarkan pengguna jalan, dalam pekerjaan tambal sulam, ada sejumlah material aspal yang kondisinya sudah membeku, sehingga diduga tempratur suhu aspal sudah dalam kondisi dingin atau tidak sesuai dengan yang di isyaratkan. “Aspalnya ada yang sudah beku, dengan begitu berarti suhunya sudah dingin, apa ya kuat setelah diampar,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Dinas Bina Marga dan Bina Kontruksi (BMBK) Provinsi Lampung, melalui Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Jalan dan Jembatan (PJJ) Wilayah V (Lampung Barat, Pesisir Barat, Tanggamus) Aprisol Putra, tak menampik adanya sejumlah aspal yang membeku tersebut. Namun pihaknya mengaku aspal terbut tidak akan digunakan alias akan dibuang.
“Aspal-aspal yang beku tidak kami pakai, jadi dibuang. Berkaitan dengan suhu hampar menurut kami masih masuk dalam rangenya (aturan)," kata Aprisol saat dikonfirmasi, Kamis 16 Mei 2024.
Aprisol melanjutkan, menanggapi kritik yang menyoal kualitas pekerjaan, hingga minimnya keberadaan rambu sehingga membahayakan pengguna jalan serta tidak adanya plang proyek yang terpasang di lokasi.
Ia menyebut penanganan jalan itu ialah bersifat pemeliharaan rutin meliputi penanganan fungsional lubang-lubang jalan, pembersihan bahu jalan dari tanaman liar, pengupasan bahu jalan yang tinggi dan pembersihan drainase.
”Untuk rambu-rambu ada, tapi untuk pemasangan plang kegiatan memang tidak ada, karena ini pemeliharaan rutin,” akunya.
Lebih lanjut Aprisol mengaku, barkaitan dengan pekerjaan tambal sulam yang sebelumnya disoal karena dianggap pada penggalian aspal terlalu tipis sehingga mengurangi daya rekat dan ketahanan. Ia mengaku itu tekah dilakukan dengan benar dan menyesuaikan dengan tingkat kerusakan.
“Proses penggalian sudah sesuai dengan tingkat kerusakan, hanya saja kendala kami dalam penanganan jalan ini, air sulit diarahkan, karena banyak drainase yang tersumbat, sehingga menimbulkan genangan air di badan jalan itu yang membuat jalan cepat rusak,” kata dia. *