SUMBERJAYA - Polemik prihal pembebasan lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Hidro Mikro (PLTMH) 2X3 Mega Watt, Way Besai, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat, hingga berujung penutupan akses jalan baru-baru ini, karena tuntutan warga terhadap ganti rugi lahan, menuai reaksi dari berbagai kalangan.
Salah satunya, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Maju, Adil, Jagat, Aman, Sentosa (MAJAS) Lampung Barat menilai, seharusnya pihak perusahaan fokus dalam pembangunan PLTMH tersebut, atau tidak direpotkan kembali urusan lahan, karena proyek ini sudah berjalan sejak 2019.
Sekretaris LSM MAJAS Lampung Barat Zefri Ardiansah mengatakan, masalah lahan, masalah dampak bangunan, dampak lingkungan sudah diselesaikan sejak awal. Karena itu menjadi dasar untuk masuk proses pembanguan.
"Saya menganggap lucu, dan bahkan memunculkan pertanyaan ada apa sebenarnya, baru-baru ini warga tutup jalan masuk karena menuntut ganti rugi dan ketika masalah ini timbul pihak perusahaan langsung merespon dan mengabulkan tuntutan tersebut. Jagan-jangan hari berikutnya kembali ada tuntutan, dan kembali jadi polemik," sebutnya.
"Perusahaan yang menemani PLTMH inikan perusahaan yang besar seperti PT Adimitra, Perusahaan Pelaksana Pembangunan PT Wijaya Karya Rekayasa Konstruksi (WIKA Rekon). Seharusnya seperti masalah baru-baru ini tidak perlu terjadi, atau jangan-jangan memang ada kesalahan prosedur untuk tahapan proses pembebasan lahan. Seperti adanya permintaan masyarakat kepada perusahaan untuk menunjukkan peta awal lahan pembebasan. Tetapi tidak diberikan," jelas dia.
Karena itu, Zefri mengajak pro aktif semua lini mulai dari pemerintah dan unsur lainnya dalam mendukung pembangunan PLTMH. Diantaranya peran serta ketika adanya masalah.
Sebelumnya, upaya mediasi melalui rembuk pekon yang difasilitasi aparatur pemerintahan Pekon Way Petai, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat (Lambar), terkait penutupan jalan masuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) 2X3 Megawatt, oleh warga yang sebelumnya merasa dirugikan terkait pembebasan lahan pada Selasa 20 Agustus 2024, akhirnya melahirkan solusi.
Dalam rembuk itu, pihak PT Adimitra, Perusahaan Pelaksana Pembangunan PT Wijaya Karya Rekayasa Konstruksi (WIKA Rekon) serta warga pemilik lahan dan pihak warga, yang juga dihadiri Camat Sumberjaya Agus Hadi Purnama, S.I.P., Kapolsek Sumberjaya AKP Rekson Syahrul, dan anggota, serta pihak Koramil Sumber Jaya dipertemukan.
Peratin Way Petai, Sutan Sahril mengungkapkan, pertemuan itu membahas permasalahan tiga keluarga yang menuntut pihak perusahaan untuk bertanggungjawab kelebihan ukuran lahan yang dibebaskan serta dampak bangunan yang ditimbulkan.
Dalam kesepakatan awal total biaya pembebasan kelebihan lahan untuk tiga keluarga tersebut sebesar Rp310.000.000, atas dampak lingkungan yang ditimbulkan, yakni tanah galian lahan yang di bebaskan di buang di lahan warga yang statusnya masih kebun kopi.
Perwakilan warga, Ruswan menyampaikan jika dari tuntutan awal mengalami penurunan menjadi Rp253.000.000, pihak perusaan telah menyetujui dan dengan jumlah yang ditetapkan Rp253.000.000, akan dibayar dalam kurun waktu tiga hari.
”Jika nanti dari pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) lahan kurang dari yang disebutkan pemilik lahan maka ukuran akan di cukupkan," katanya.
"Ganti rugi ini juga telah masuk dalam kompensasi dampak bangunan yakni penimbunan lahan kopi yang terkena," sambungnya.
Sementara, Camat Sumber Jaya Agus Hadi Purnama mengatakan, dalam rembuk itu kecamatan, polsek dan koramil hadir atas undangan pihak pekon dengan kapasitas memfasilitasi dan mediasi persoalan warga yang terjadi.
"Dari rembuk tersebut saya cermati persoalan yang terjadi, merupakan tuntutan lahan yang terdampak dari pekerjaan, dan atas masalah itu antar pihak telah memiliki kesepakatan dalam penyelesaiannya," ujar Agus.