Komnas HAM Khawatirkan Dampak Kecerdasan Buatan Terhadap Privasi dan Hak Asasi Manusia
Ilustrasi kecerdasan buatan (AI). Sumber.Net --
Radarlambar.bacakoran.co- Komisioner Komnas HAM, Saurlin Siagian, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun AI memiliki potensi besar untuk memberikan kemudahan dan manfaat, Saurlin menyoroti adanya ancaman serius terhadap privasi dan hak asasi manusia (HAM) yang perlu mendapat perhatian lebih.
Saurlin mengakui bahwa kemajuan teknologi AI memberikan banyak kemudahan. Salah satu contoh yang ia sebutkan adalah kemampuan AI untuk mengubah buku tebal menjadi presentasi singkat atau bahkan podcast.
Namun, di balik kepraktisan ini, terdapat ancaman berupa bias algoritmik yang bisa memperburuk diskriminasi serta pelanggaran privasi.
“Kita menulis sesuatu, itu bisa dikutip bulat-bulat oleh AI, lalu disebarluaskan seolah-olah itu kebenaran. Padahal saya, misalnya, sengaja menulis secara keliru. Nah, AI bisa saja menggunakan data tersebut tanpa memeriksa kebenarannya. Ini sangat berbahaya,” ujar Saurlin.
Saurlin juga menekankan bahwa di era digital seperti sekarang, data pribadi semakin rentan disalahgunakan. Ia mengkhawatirkan bahwa data pribadi yang dikumpulkan oleh platform digital tidak terlindungi dengan baik, berisiko bocor dan digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Siapa yang mengawasi bahwa data pribadi itu tidak disalahgunakan atau dipakai oleh pihak lain yang memiliki akses?” ujar Saurlin. “Dunia kita saat ini berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan terkait dengan keamanan digital.”
Ia juga menyinggung banyaknya kebocoran data yang terjadi, yang semakin memperburuk rasa aman warga negara. Menurutnya, tanpa adanya pengawasan dan regulasi yang jelas, ancaman terhadap keamanan data pribadi semakin besar.
Saurlin pun menyoroti perlunya regulasi yang lebih ketat dalam mengatur penggunaan AI di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah harus segera menyusun kebijakan yang melindungi hak-hak digital masyarakat.
“Pemerintah harus memastikan bahwa hak-hak digital warga negara terlindungi, dan sektor bisnis juga harus bertanggung jawab dalam menjaga data pribadi serta memastikan penggunaan teknologi secara etis,” ujarnya.
Menyinggung regulasi yang ada saat ini, Saurlin menganggap Indonesia masih sangat lemah dalam hal perlindungan hak-hak digital.
"Di Eropa sudah ada regulasi yang lebih kuat terkait keamanan digital. Saya rasa kajian mengenai hal ini sangat penting bagi Indonesia agar tidak tertinggal dalam hal perlindungan hak digital," lanjutnya.
Saurlin juga mengingatkan bahwa regulasi yang ada perlu direvisi agar lebih relevan dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.
“Undang-undang sudah ada, tetapi perlu diperbaiki dan diperbarui agar tidak ketinggalan dari negara-negara lain,” katanya.(*)