Dua Dampak Negatif Pembangunan IKN Menurut Greenpeace

Ilustrasi Pembangunan di IKN.// Foto:dok Kementerian PU--

Radarlambar.bacakoran.co -Proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang terletak di Kalimantan Timur (Kaltim) mendapat sorotan tajam dari Greenpeace, yang menilai adanya dua dampak negatif besar yang semakin intensif, yaitu banjir yang semakin sering terjadi dan deforestasi yang meluas.

1. Frekuensi Banjir yang Meningkat
Greenpeace menyebut bahwa dalam tiga tahun terakhir, sejak pembangunan IKN dimulai, frekuensi banjir di daerah penyangga IKN semakin meningkat. Pada tahun 2024, banjir tercatat terjadi empat kali di wilayah sekitar IKN, sedangkan pada tahun sebelumnya, 2023, terjadi tiga kali. Greenpeace menilai hal ini sebagai dampak dari pembangunan yang tidak terencana dengan baik, yang berisiko memperburuk masalah hidrologi dan daya dukung lingkungan.

Rio Rompas, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, menekankan pentingnya penghentian sementara pembangunan IKN hingga rencana induk atau masterplan yang memadai untuk mempertimbangkan faktor sosial dan lingkungan disusun dengan cermat. Pemerintah, menurutnya, harus mempersiapkan dokumen yang memadai terkait daya tampung dan dukungan lingkungan sebelum melanjutkan pembangunan yang lebih besar, yang akan mencakup gedung-gedung pemerintahan dan perumahan ASN pada 2028-2029.

2. Deforestasi yang Semakin Masif
Greenpeace juga mengungkapkan bahwa deforestasi di wilayah IKN telah mencapai 18.000 hektar antara 2018 hingga 2021, dengan sebagian besar di antaranya berada di hutan produksi. Bahkan, pada 2022 hingga Juni 2023, area yang terdeforestasi mencapai 1.663 hektar. Hal ini sangat mempengaruhi ekosistem alami Kalimantan, menyebabkan hilangnya habitat flora dan fauna, erosi tanah, serta pencemaran.

Deforestasi yang terjadi juga berdampak pada fungsi ekologis hutan, seperti pengaturan iklim mikro, konservasi air dan tanah, serta sumber daya pangan dan obat-obatan yang sangat bergantung pada keberadaan hutan alami. Greenpeace menilai bahwa konversi hutan alami menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan pembukaan lahan untuk pembangunan sangat merugikan keberlanjutan ekologis.

Meskipun Otorita IKN berkomitmen untuk melakukan reforestasi sebagai upaya pemulihan lingkungan, Greenpeace menganggap bahwa program tersebut tidak cukup untuk mengatasi dampak dari deforestasi yang sangat masif. Menurut mereka, reforestasi tidak dapat menggantikan peran hutan alami dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah bencana hidrologi.

Tantangan Proyek IKN Nusantara
Pembangunan IKN yang dicanangkan sebagai smart forest city menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan keseimbangan antara pembangunan urban dan pelestarian lingkungan. Meskipun pemerintah berencana untuk menyediakan 75% ruang hijau, dengan 65% kawasan lindung dan 10% untuk ketahanan pangan, banyak pihak yang meragukan apakah konsep ini dapat terwujud dengan melihat kenyataan lapangan, di mana deforestasi dan kerusakan ekosistem terus berlanjut.

Greenpeace menyatakan bahwa IKN semakin mirip dengan "artificial forest city" yang lebih mengutamakan pembangunan fisik daripada kelestarian alam, terutama mengingat deforestasi dan penanaman pohon yang dilakukan tidak cukup untuk mengatasi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pembangunan.

Kesimpulan
Proyek IKN Nusantara, meskipun ambisius, kini menghadapi kritik keras terkait dampaknya terhadap lingkungan, terutama banjir yang sering terjadi dan deforestasi yang meluas. Greenpeace mendesak agar pembangunan IKN dihentikan sementara hingga ada masterplan yang lebih mempertimbangkan prasyarat lingkungan dan sosial yang lebih baik. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan