Pemerintah Tinjau ulang Kenaikan PPN 12 Persen untuk Barang dan Jasa Non-mewah, Termasuk Pembangunan Rumah
Ilustrasi --
Radarlambar.Bacakoran.co - Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sedang melakukan tinjauan ulang terhadap kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang dikenakan pada berbagai barang dan jasa non-mewah. Beberapa sektor yang terdampak oleh kebijakan ini mencakup kegiatan pembangunan rumah pribadi, penjualan kendaraan bermotor bekas, perdagangan aset kripto, serta sejumlah jenis jasa tertentu.
Di antara barang dan jasa yang terpengaruh adalah pembangunan rumah oleh pemiliknya sendiri, yang mana kini termasuk dalam objek kenaikan tarif PPN. Selain itu, kegiatan penyerahan LPG (gas elpiji) tertentu, penjualan kendaraan motor bekas, serta transaksi perdagangan aset kripto juga terpengaruh. Beberapa jenis jasa lain yang turut mengalami dampak adalah jasa pengiriman paket pos, biro perjalanan wisata, dan layanan perjalanan ibadah keagamaan.
Kenaikan tarif PPN ini terjadi karena dasar pengenaan pajak (DPP) dari barang dan jasa non-mewah yang sebelumnya tidak tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut, DPP untuk barang dan jasa non-mewah telah diatur dalam peraturan terpisah, seperti kegiatan membangun rumah sendiri yang tercantum dalam PMK Nomor 61 Tahun 2022 dan penjualan kendaraan motor bekas di dalam PMK No.65/2022.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, penjelasan terkait hal ini adalah bahwa DPP untuk penyerahan barang dan jasa tertentu yang menggunakan nilai lain sebagai DPP atau besaran tertentu (PPN Final), seperti kegiatan membangun rumah, penjualan kendaraan bermotor bekas, dan beberapa jasa lainnya, dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 PMK 131 Tahun 2024. Dengan kata lain, nilai DPP yang menggunakan skema 11/12 dari harga jual, yang sebelumnya membuat barang dan jasa non-mewah terhindar dari kenaikan tarif PPN, tidak berlaku dalam kasus-kasus tersebut.
Dwi Astuti menjelaskan lebih lanjut bahwa saat ini Direktorat Jenderal Pajak sedang menyusun rancangan peraturan Menteri Keuangan (RPMK) untuk merevisi peraturan perpajakan terkait barang dan jasa non-mewah tersebut. Perubahan aturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa tarif PPN untuk sektor-sektor tersebut tidak mengalami lonjakan tarif yang dapat membebani masyarakat. Bahkan, kini pihaknya sedang merancang RPMK perubahan untuk peraturan perpajakan terkait barang dan jasa tertentu, agar beban PPN tetap stabil dan tidak mengalami kenaikan yang signifikan.
Meski begitu, hingga saat ini, beberapa sektor seperti pembangunan rumah pribadi, penjualan kendaraan bekas, serta perdagangan aset kripto masih dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi, yakni 12 persen, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan adanya tinjauan ini, diharapkan pemerintah dapat segera menemukan solusi yang tepat agar sektor-sektor yang terdampak bisa terbebas dari kenaikan tarif PPN yang tidak diinginkan, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian. (*)