Perusahaan Fintech Synapse Bangkrut, Uang Nasabah Hilang Rp 1,5 Triliun
Perusahaan Fintech Synapse Bangkrut.//Foto: Dok/Net ---
Radarlambar.bacakoran.co - Pada April 2024, perusahaan fintech Synapse secara resmi mengajukan kebangkrutan. Hal ini berdampak besar bagi nasabahnya yang kehilangan dana dengan total diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun.
Permasalahan ini bermula dari perselisihan antara Synapse dan Evolve Bank terkait saldo nasabah pada bulan Mei 2024. Synapse, yang sebelumnya membantu perusahaan fintech lain seperti Yotta dan Juno dalam menawarkan layanan rekening giro dan kartu debit, bekerja sama dengan Evolve untuk menyediakan pinjaman kecil kepada nasabah. Namun, kerjasama tersebut berakhir kacau setelah Synapse memutuskan akses ke sistem utama untuk memproses transaksi. Keputusan tersebut menyebabkan banyak klien menarik dana mereka secara besar-besaran, yang akhirnya membuat perusahaan fintech tersebut terpaksa mengajukan kebangkrutan.
Dalam prosesnya, terungkap bahwa dana nasabah yang hilang mencapai US$96 juta sekitar Rp 1,5 triliun. yang hingga kini belum ditemukan. Salah satu nasabah, Kayla Morris, mengungkapkan bahwa dia kehilangan uang sebesar US$282.153,87 Rp 4,4 miliar, yang terkunci di akun miliknya selama enam bulan setelah kebangkrutan terjadi. Meskipun dia berharap uangnya bisa kembali, Evolve Bank hanya menawarkan ganti rugi sebesar US$500 Rp 7,9 juta. Kami di kasih tau bahwa Evolve hanya akan membayar kami dengan US$500 dari US$280 ribu itu yang telah hilang, kata Morris.
Nasib serupa dialami oleh Zach Jacobs, salah seorang nasabah Yotta, yang harus menerima ganti rugi hanya sebesar US$128,68 Rp 2 juta meskipun tabungannya mencapai US$94.468,92 (Rp 1,5 miliar). Jacobs, bersama dengan 3.454 korban lainnya, mendirikan kelompok Fight For Our Funds untuk berjuang mendapatkan perhatian dari media dan politisi, dengan total kerugian mencapai US$30,4 juta Rp 483,1 miliar.
Synapse, yang didirikan pada 2014 dan didukung oleh firma modal ventura Andreessen Horowitz, bertujuan menjadi perantara antara perusahaan fintech dan lembaga perbankan untuk menyediakan layanan perbankan tanpa memegang izin perbankan. Sebelum kebangkrutan, Synapse bekerja sama dengan lebih dari 100 perusahaan fintech yang melayani sekitar 100 juta konsumen. Meskipun tidak memiliki izin perbankan, perusahaan fintech seperti Synapse diharuskan bermitra dengan bank yang diasuransikan oleh Federal Deposit Insurance Corporation untuk mengelola dana nasabah. Namun, setelah kebangkrutan, banyak nasabah yang kehilangan akses ke uang mereka, dan beberapa bank yang bekerja sama berusaha melakukan rekonsiliasi.
Laporan terbaru dari gugatan yang diajukan oleh Troutman Pepper mengungkapkan bahwa antara US$65 juta dan US$95 juta dari total kerugian sebesar US$265 juta masih belum ditemukan. Kejadian ini membuka perhatian lebih besar terhadap risiko yang dihadapi oleh pengguna layanan fintech yang tidak memiliki perlindungan yang setara dengan bank-bank besar yang diasuransikan oleh FDIC.(*)