Pakar Hukum Soroti Kasus Impor Gula Tom Lembong
MANTAN Menteri Perdagangan Tom Lembong ditahan terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Gedung Kejagung, Jaksel.-Foto.Harnas--
Radarlambar.bacakoran.co - Kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menuai sorotan dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan pakar hukum.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Junaedi Saibih, menilai bahwa penetapan kasus ini sebagai tindak pidana korupsi terlalu dipaksakan.
Ia berpendapat bahwa kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong seharusnya terlebih dahulu diperiksa secara internal sebelum disimpulkan sebagai tindak pidana.
”Saya melihat ada aspek perdata dalam kebijakan ini, di mana terdapat perjanjian antara BUMN dan perusahaan swasta. Jika tidak ada konflik dalam aspek perdata dan masyarakat pun diuntungkan karena gula tersedia, maka aneh jika kasus ini ditarik ke ranah pidana. Terlalu dipaksakan," ujar Junaedi dalam keterangannya, Minggu (26/1/2025).
Lebih lanjut, Junaedi menjelaskan bahwa dalam kebijakan publik berlaku asas presumptio iustae causa, yaitu kebijakan dianggap benar dan sah kecuali ada keputusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya. Sejak berlakunya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014, setiap kebijakan yang berdimensi administratif harus lebih dulu diperiksa oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebelum dibawa ke ranah pidana.
"Kebijakan publik itu butuh inovasi dan keberanian. Jika mekanisme pemeriksaan internal diabaikan, pejabat akan ragu dalam mengambil kebijakan karena selalu dihantui ketakutan," tambahnya.
Senada dengan Junaedi, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Shakyakirti Palembang, Edward Juliartha, juga menyoroti pentingnya menilai suatu kebijakan berdasarkan konteks saat kebijakan tersebut diambil.
"Setiap kebijakan memiliki alasan dan latar belakang tersendiri. Jika baru dinilai bertahun-tahun kemudian, maka harus dipastikan apakah sudah ada pemeriksaan sebelumnya dan apakah benar ditemukan penyimpangan. Pejabat publik bertugas sebagai pemecah masalah (problem solver), bukan sekadar objek pemeriksaan di kemudian hari," tegas Edward.
Kasus dugaan korupsi impor gula ini menjadi perdebatan antara aspek hukum dan kebijakan. Sejumlah pihak meminta Kejaksaan Agung untuk lebih cermat dalam menangani kasus ini agar tidak menciptakan preseden buruk bagi pengambilan kebijakan di masa depan. (*/rinto)