Tambah Anggaran Rp100 T, MBG Bakal Ciptakan Efek Luar Biasa!
Ilustrasi program makan bergizi gratis. FotoIndonesia.go.id--
Radarlambar.backoran.co- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi prioritas utama pemerintahan Prabowo Subianto dalam rangka mendorong ketahanan pangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan bahwa program ini tidak hanya berfungsi sebagai program sosial, tetapi juga sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi berbasis rakyat yang menciptakan lapangan kerja dan memperkuat sektor Usaha Kecil, Koperasi, dan Menengah (UKKM).
Dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025 yang digelar di ICE BSD City pada Kamis (30/1/2025), Sri Mulyani mengungkapkan bahwa program ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan distribusi makanan bergizi bagi masyarakat, khususnya anak-anak sekolah, ibu hamil, dan balita. Proses distribusi MBG melibatkan pekerjaan masif yang meliputi pengadaan bahan makanan, proses memasak, pengantaran, hingga pencucian perlengkapan makan. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap sektor ketenagakerjaan di seluruh Indonesia, mengingat sifatnya yang sangat padat karya.
Anggaran untuk program MBG pada 2025 telah dialokasikan sebesar Rp 71 triliun dengan target 15-17,5 juta penerima manfaat. Namun, Sri Mulyani menyebutkan bahwa dengan tambahan anggaran sebesar Rp 100 triliun, cakupan program ini bisa meningkat signifikan, memungkinkan MBG menjangkau hingga 82,9 juta penerima manfaat. Anggaran tambahan ini dapat memperluas jangkauan kepada lebih banyak anak sekolah, ibu hamil, dan balita yang membutuhkan asupan gizi. Pemerintah mengusulkan pengalokasian anggaran ini dari berbagai sumber, termasuk APBN, dana desa, dan realokasi belanja negara.
Sri Mulyani menegaskan bahwa tantangan terbesar bukan hanya soal anggaran yang tersedia, melainkan bagaimana memastikan distribusi bahan makanan sampai ke penerima manfaat dengan tepat sasaran dan tanpa hambatan.
Sri Mulyani juga menyebutkan bahwa dengan anggaran yang lebih besar, program MBG berpotensi menciptakan dampak ekonomi yang lebih luas. Peningkatan anggaran akan meningkatkan permintaan terhadap bahan baku seperti beras, telur, ikan, dan daging ayam, yang pada gilirannya akan memberikan peluang bagi petani, peternak, dan nelayan lokal untuk meningkatkan produksi mereka. Selain itu, sektor jasa seperti katering, logistik, dan transportasi juga akan mendapat dorongan dari program ini.
Dalam perspektif ketenagakerjaan, MBG diperkirakan dapat menciptakan lapangan kerja di sektor UKKM, mengingat jumlah dapur pelayanan yang akan meningkat dari 190 menjadi 937 pada akhir 2025. Diharapkan, hal ini akan menciptakan efek berganda yang mendalam bagi ekonomi lokal, terutama bagi para pelaku UKKM yang terlibat langsung dalam pengelolaan dan distribusi makanan bergizi.
Sebagai gambaran, Sri Mulyani merujuk pada studi dampak ekonomi dari program serupa di India. Dalam studi tersebut, setiap Rp 1 triliun yang diinvestasikan dalam program makan siang sekolah berpotensi menciptakan hingga 250.000 lapangan kerja di sektor pertanian dan pengolahan makanan. Jika asumsi ini diterapkan di Indonesia, tambahan anggaran Rp 100 triliun dapat menciptakan sekitar 25 juta lapangan kerja langsung dan tidak langsung di berbagai sektor terkait.
Namun, meskipun program ini menjanjikan banyak manfaat, Presiden Prabowo Subianto masih mempertimbangkan usulan tambahan anggaran sebesar Rp 100 triliun untuk mempercepat jangkauan MBG. Dalam rapat terbatas dengan Sri Mulyani dan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, Prabowo menunjukkan kegelisahannya karena program MBG baru dapat menjangkau 0,7% dari target penerima manfaat. Presiden bertanya mengenai dana yang dibutuhkan untuk percepatan program ini, dan BGN memberikan jawaban bahwa tambahan anggaran Rp 100 triliun diperlukan agar program ini bisa mencapai target 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir 2025.
Sri Mulyani pun berhati-hati dalam menyusun skema pendanaan tambahan agar tidak membebani APBN secara berlebihan. Salah satu opsi yang sedang dikaji adalah efisiensi anggaran di berbagai pos belanja negara, termasuk pemangkasan belanja barang hingga 40% dan realokasi subsidi yang kurang tepat sasaran. Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan untuk menggandeng sektor swasta dan BUMN pangan, seperti Bulog dan PTPN, guna mendukung suplai bahan baku MBG secara lebih efisien. *