Pemulangan Hambali ke Indonesia: Tantangan Hukum dan Diplomasi Internasional

Mantan pentolan Jemaah Islamiyah, Hambali yang saat ini sedang ditahan di penjara militer Amerika Serikat (AS) di Guantanamo, Kuba. (AFP/) Baca artikel CNN Indonesia "Rencana Dalang Bom Bali ke RI, Perlukah Hambali Kembali ke Pertiwi?" selengkapnya di si--
Radarlambar.bacakoran.co -Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Indonesia, Arrmanatha Nasir, mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada perkembangan terkait pemulangan tokoh militan Jemaah Islamiyah (JI), Encep Nurjaman alias Hambali, ke Indonesia. Hambali, yang telah menjalani penahanan di Guantanamo oleh militer Amerika Serikat tanpa proses peradilan, menjadi salah satu kasus yang terus dibahas dalam pertemuan pemerintah Indonesia, termasuk Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Hukum.
Menurut Nasir, meskipun topik kepulangan Hambali sempat dibahas dalam forum di tingkat Kementerian Hukum, Kemlu belum menerima informasi resmi lebih lanjut dari pihak Pemerintah AS mengenai status pemulangan tersebut. “Setahu saya, pemulangan Hambali masih belum ada perkembangan, dan kami belum mendapatkan informasi lain dari Amerika Serikat,” ujar Natha saat ditemui di kantor Kemlu, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia melalui Kemlu telah berusaha untuk memulangkan Hambali. Namun, meskipun pemerintah Indonesia telah membuka akses dan meminta agar Hambali segera diadili, proses hukum tersebut sampai saat ini belum berhasil. Yusril menyebutkan bahwa salah satu hambatan utama adalah karena Hambali diadili di peradilan militer AS, bukan peradilan sipil yang dapat memberikan ruang lebih luas untuk proses hukum internasional.
Pemerintah Indonesia sudah melobi Amerika Serikat untuk meminta agar Hambali diproses hukum di Indonesia, namun hingga kini, upaya tersebut belum membuahkan hasil. “Kami meminta agar Hambali segera diadili, namun sampai hari ini, hal tersebut belum terjadi,” kata Yusril, saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Hukum pada 21 Januari 2025.
Tantangan Hukum di Indonesia
Salah satu tantangan besar yang dihadapi pemerintah Indonesia jika Hambali kembali adalah terkait dengan sistem hukum pidana Indonesia. Yusril menjelaskan bahwa kasus Bom Bali 2002, yang melibatkan Hambali, telah melewati masa kedaluwarsa hukum pidana Indonesia, yang berlaku selama 18 tahun. Bom Bali, yang terjadi pada tahun 2002, sudah berlalu lebih dari 23 tahun, membuat peraturan hukum Indonesia tidak dapat lagi menuntutnya atas dasar kejadian tersebut.
Namun, meskipun ada tantangan besar terkait kedaluwarsa, Yusril percaya bahwa Hambali masih bisa dijerat dengan dakwaan terorisme lainnya. Pemerintah Indonesia menduga bahwa Hambali terlibat dalam sejumlah aksi terorisme selain serangan Bom Bali. Oleh karena itu, meskipun masalah kedaluwarsa menjadi kendala, pemerintah masih mempertimbangkan kemungkinan untuk memproses Hambali atas tindak terorisme lainnya yang melibatkan dirinya.
Kepulangan Hambali: Isu Perlindungan WNI dan Diplomasi Internasional
Dalam hal ini, pemerintah Indonesia memiliki perhatian terhadap status hukum dan perlindungan bagi Hambali sebagai salah satu Warga Negara Indonesia (WNI). Yusril menegaskan bahwa meskipun ada perbedaan pandangan mengenai pandangan politik dan kebijakan luar negeri Indonesia, pemerintah tetap memandang penting untuk memberikan perlindungan kepada WNI, termasuk Hambali, terutama terkait dengan upaya penuntutan hukum.
Sementara itu, diplomasi Indonesia dengan Amerika Serikat menjadi salah satu aspek penting dalam proses ini. Seiring dengan upaya pemerintah untuk memastikan pemulangan Hambali, Indonesia perlu menjaga hubungan bilateral yang baik dengan AS. Namun, perbedaan dalam sistem peradilan dan kebijakan terkait penanganan kasus terorisme menjadi tantangan dalam mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Kesimpulan
Kasus pemulangan Encep Nurjaman alias Hambali, yang masih terhenti, menggambarkan kompleksitas hubungan diplomatik Indonesia dengan Amerika Serikat dan tantangan besar dalam penerapan hukum internasional terkait terorisme. Meski ada hambatan besar terkait kedaluwarsa hukum dan sistem peradilan yang berbeda, pemerintah Indonesia masih berharap untuk menemukan jalan tengah yang dapat memenuhi keadilan bagi korban dan memberikan perlindungan hukum yang adil bagi Hambali sebagai WNI. (*)