Presiden Palestina Tegaskan Penolakan Terhadap Usulan Trump Tentang Gaza

Presiden Plaestina Mahmoud Abbas. Foto/net --

Radarlambar.bacakoran.co -Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru-baru ini mengusulkan rencana yang kontroversial, yaitu "mengambil alih" Gaza dan merelokasi warga Palestina ke negara-negara tetangga, dengan harapan mengubah wilayah tersebut menjadi semacam "Riviera di Timur Tengah". Proposal ini, yang sebelumnya disebut sebagai bagian dari "Kesepakatan Abad Ini" yang diluncurkan pada 2020 sebagai solusi untuk konflik Israel-Palestina, langsung menuai kecaman keras dari dunia Arab dan komunitas internasional.

Menanggapi proposal tersebut, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam pidatonya pada KTT Uni Afrika ke-38 di Addis Ababa, Ethiopia, menegaskan penolakannya yang tegas terhadap segala bentuk pemindahan paksa rakyat Palestina dari tanah mereka. Abbas mengingatkan bahwa upaya semacam itu hanyalah sebuah ilusi, dan siapapun yang mencoba memaksakan kesepakatan seperti itu berisiko menghadapi resistensi besar dari Palestina.

Abbas juga mengkritik upaya untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka sebagai sebuah pengalihan dari kejahatan perang yang dilakukan Israel di Gaza, ekspansi permukiman ilegal, serta rencana aneksasi wilayah Tepi Barat. Ia menegaskan bahwa satu-satunya tempat bagi pengungsi Palestina adalah kota dan desa mereka yang mereka tinggalkan pada 1948, sesuai dengan Resolusi 194 PBB yang mengakui hak mereka untuk kembali ke tanah asal mereka.

Presiden Palestina juga menyoroti bahwa tindakan kolonialisme Israel di wilayah tersebut membutuhkan respons segera dari komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB, untuk mencegah berkembangnya kekuatan ekstremis yang mengancam solusi dua negara yang berkelanjutan. Ia menyerukan dukungan terhadap konferensi perdamaian internasional yang dijadwalkan akan digelar di PBB pada pertengahan Juni. Konferensi ini bertujuan untuk memperjuangkan pengakuan global atas negara Palestina, serta memastikan keanggotaan penuh negara tersebut di PBB dan terwujudnya solusi dua negara yang adil dan berdasarkan hukum internasional.

Sementara itu, gencatan senjata yang mulai berlaku di Gaza pada 19 Januari telah menghentikan konflik yang menyebabkan lebih dari 48.000 korban jiwa, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan wilayah Gaza. Keputusan ini membawa harapan bahwa perdamaian yang adil dan berkelanjutan dapat terwujud di masa depan. (*)



Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan