Toleransi Beragama di Kampus Islam

Sebuah video pidato wisuda yang viral di media sosial menampilkan seorang mahasiswa beragama Hindu yang menyampaikan rasa syukur atas ruang toleransi yang diberikan di kampus berbasis Islam, Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP). Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co -Sebuah video pidato wisuda yang viral di media sosial menampilkan seorang mahasiswa beragama Hindu yang menyampaikan rasa syukur atas ruang toleransi yang diberikan di kampus berbasis Islam, Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP). Video ini mendapat perhatian banyak warganet yang terkesan dengan keberagaman agama di perguruan tinggi Islam. Kejadian ini mencerminkan bahwa kampus Islam kini lebih terbuka terhadap mahasiswa dari agama lain, sebuah fenomena yang harus dianggap biasa di tengah keragaman agama Indonesia.
Kampus Islam yang Terbuka untuk Semua Agama
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kudus dan beberapa universitas Muhammadiyah dan Islam lainnya menunjukkan bahwa pendidikan di kampus Islam dapat menciptakan ruang inklusif. UIN Sunan Kudus, misalnya, sejak berganti nama pada 2014 telah menerima mahasiswa non-Muslim, seiring dengan pembukaan jurusan umum. Hal ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi Islam tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiswa Muslim, tetapi juga bagi mereka yang menganut agama lain.
Kebijakan yang Harus Lebih Inklusif
Meskipun banyak kampus Islam yang menerima mahasiswa non-Muslim, masih ada tantangan terkait kebijakan yang mungkin terasa membingungkan atau bahkan memaksa. Beberapa kebijakan, seperti wajib mengikuti mata kuliah agama Islam atau memakai jilbab bagi mahasiswi non-Muslim, masih menjadi isu yang perlu diperhatikan. Menurut Kemenag, kebijakan seperti ini perlu dipertimbangkan lebih matang agar tidak membebani mahasiswa non-Muslim. Misalnya, mahasiswa non-Muslim seharusnya dapat memilih mata kuliah agama yang sesuai dengan keyakinannya.
Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Toleransi
Sayyidatul Insiyah dari SETARA Institute menyebutkan bahwa masih ada kekosongan dalam kebijakan pendidikan terkait regulasi tentang pembelajaran agama bagi mahasiswa non-Muslim di kampus Islam. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengoptimalkan fungsi Pusat Penguatan Karakter (PUSPEKA) untuk memastikan bahwa ruang pendidikan tetap menjaga nilai-nilai toleransi dan tidak terjadi pemaksaan terhadap mahasiswa yang memiliki keyakinan berbeda.
Penegasan dari Samsul Maarif
Samsul Maarif dari Universitas Gadjah Mada menegaskan bahwa kampus berbasis agama yang menerima mahasiswa dari berbagai latar belakang agama adalah langkah positif untuk mewujudkan cita-cita Bhinneka Tunggal Ika. Namun, ia juga mencatat bahwa di beberapa tempat, kebijakan pendidikan agama yang mewajibkan mahasiswa mengikuti mata kuliah agama tertentu berdasarkan agama yang mereka peluk masih mengakar dalam masyarakat.
Menjaga Toleransi dalam Pendidikan
Keberagaman di kampus Islam merupakan langkah maju yang perlu dipertahankan dan diperluas, bukan hanya untuk kampus Islam, tetapi juga untuk semua lembaga pendidikan di Indonesia. Toleransi harus menjadi landasan dalam menciptakan ruang yang inklusif bagi seluruh mahasiswa, tanpa memandang latar belakang agama, dan memastikan bahwa hak setiap warga negara dihormati di dunia pendidikan. (*)