Menko Airlangga: Kebijakan Tarif AS Jadi Momentum Indonesia Tingkatkan Daya Saing

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.//Foto:dok/net.--
Radarlambar.Bacakoran.co – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut Indonesia harus menjadikan situasi perdagangan global saat ini sebagai pemicu untuk memperkuat ekonomi nasional. Hal ini di sampaikannya usai perjalanan ke Amerika Serikat (AS) di mana pemerintah Indonesia melakukan pertemuan langsung guna membahas dampak kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump.
Menurut Airlangga, kebijakan Presiden Amerika menerapkan tarif timbal balik memang membawa tantangan bagi banyak negara termasuk Indonesia. Namun, ia menilai kebijakan ini juga membuka kesempatan untuk melakukan pembenahan dalam berbagai sektor ekonomi.
“Indonesia perlu menjadikan kondisi ini sebagai momen memperbaiki kelemahan, mulai dari industri, daya saing, hingga daya beli masyarakat,” kata Airlangga dalam diskusi Investor Daily Roundtable di Jakarta, Rabu 30 April 2025 kemarin.
Persiapan Strategis Hadapi Tantangan Global
Airlangga menjelaskan bahwa Indonesia telah mengambil langkah konkret dalam menghadapi situasi ini, termasuk memperkuat posisi melalui aksesi ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan mempertimbangkan keanggotaan dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP). Kedua upaya ini sekaligus menjadi bagian dari kesepakatan dan syarat yang diajukan dalam negosiasi dengan Kantor Perwakilan Dagang AS.
“Kami sudah menyampaikan kepada pihak Amerika tentang berbagai pembenahan yang sedang kami lakukan. Langkah ini sesuai dengan standar internasional, bahkan sudah dibahas dalam pertemuan kami dengan Departemen Keuangan AS terkait rencana keanggotaan Indonesia di OECD,” jelasnya.
Dampak Kebijakan dan Respons Cepat Indonesia
Ia mengungkapkan, kebijakan tarif yang diterapkan Presiden Trump berdampak luas ke berbagai negara. Indonesia, kata Airlangga, termasuk dalam daftar delapan besar negara yang terkena kenaikan tarif hingga 32 persen. Kebijakan tersebut diterapkan kepada sekitar 60 negara, dengan besaran tarif berbeda-beda tergantung kebijakan masing-masing negara terhadap AS.