Masjid Tua Katangka: Benteng Terakhir Kerajaan Gowa yang Sarat Sejarah

Masjid Tua Katangka yang dibangun pada 1603 tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai benteng pertahanan.//Foto:dok/net.--

Radarlambar.Bacakoran.co - Masjid Tua Katangka di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga menjadi benteng pertahanan terakhir Kerajaan Gowa dari serangan penjajah Belanda. Dibangun pada tahun 1603 di bawah pemerintahan Raja Gowa ke-14, Mangngarangi Daeng Manrabia yang bergelar Sultan Alauddin, masjid ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Islam di kawasan tersebut.


Perpaduan Budaya dalam Arsitektur


Masjid Al Hilal Katangka atau yang lebih dikenal sebagai Masjid Tua Katangka, terletak di Jalan Syekh Yusuf, Kecamatan Somba Opu. Bangunan ini mencerminkan akulturasi budaya Arab, Eropa, Jawa, dan Tiongkok. Kubah masjid berbentuk tumpeng mencerminkan gaya arsitektur Jawa, sementara tubuh masjid yang bersegi empat menyerupai ketupat melambangkan persatuan antara raja dan rakyat.


--

"Masjid ini mengandung empat unsur budaya, yaitu Eropa, Tiongkok, Arab, dan Jawa, yang melambangkan simbol persatuan karena dahulu menjadi pusat kerja sama perdagangan," ungkap Hendrik Daeng Sese, salah satu pengurus masjid.


Masjid ini memiliki lima pintu yang melambangkan lima rukun Islam, sedangkan enam jendela di dalamnya melambangkan enam rukun iman. Pengaruh arsitektur Portugis terlihat jelas pada jendela di sisi kanan dan kiri serta pada empat pilar berbentuk silinder cembung yang melambangkan empat sahabat utama Rasulullah SAW: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali.


Bagian mimbar menampilkan perpaduan budaya Jawa dan Tiongkok. Atap mimbar bergaya Jawa, sedangkan kaligrafi yang menghiasi mimbar menunjukkan pengaruh Tiongkok. Di atas mimbar, terdapat dua tombak dengan bendera bertuliskan kalimat tauhid, yang dahulu digunakan prajurit untuk menjaga ketertiban selama khotbah Jumat berlangsung.


Peran Penting dalam Penyebaran Islam


Masjid Tua Katangka memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Kerajaan Gowa. Islam masuk ke wilayah ini melalui tiga ulama dari Minangkabau, salah satunya adalah Datuk ri Bandang. Beliau berhasil mengislamkan Raja Gowa, yang kemudian memerintahkan pembangunan masjid ini. Nama Katangka diambil dari pohon katangka yang kayunya digunakan untuk membangun masjid.


Hendrik mengatakan, pohon-pohon di sekitar masjid ditebang dan digunakan sebagai bahan utama pembangunan. Inilah mengapa masjid itu kemudian dinamakan Masjid Tua Katangka.


Benteng Pertahanan Terakhir Kerajaan Gowa
Selain sebagai pusat keagamaan, masjid ini juga menjadi benteng pertahanan terakhir Kerajaan Gowa. Lokasinya yang berdekatan dengan Istana Tamalate memperkuat posisinya sebagai pusat strategi. Meskipun benteng utama Kerajaan Gowa runtuh akibat serangan Belanda, Masjid Tua Katangka tetap berdiri kokoh sebagai simbol perlawanan dan kejayaan kerajaan.


Masjid ini dikelilingi benteng sepanjang tiga kilometer yang dibangun oleh Raja Gowa. Di sekitar masjid, terdapat kompleks makam keluarga kerajaan dan meriam sebagai bagian dari sistem pertahanan. Bahkan kata Hendrik, Masjid itu menjadi benteng terakhir bagi keluarga Kerajaan Gowa. “Hingga kini, di sekitar masjid masih ada sisa-sisa pertahanan, termasuk meriam di sisi kanan masjid," tutup Hendrik.


Masjid Tua Katangka bukan hanya monumen sejarah, tetapi juga menjadi simbol kekuatan, persatuan, dan penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Keberadaannya yang tetap kokoh hingga kini menjadi bukti kejayaan masa lalu yang tidak pernah pudar oleh waktu.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan