Kisruh Pengosongan Lahan, Muklis Basri Angkat Bicara Dukung Perpres Penertiban Hutan

Anggota Komisi I DPR RI Drs. Hi. Mukhlis Basri----
KEBUNTEBU – Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Muklis Basri, kembali menarik perhatian publik terkait kebijakan pengosongan lahan dan pemukiman warga di kawasan hutan Lampung Barat. Dirinya memberikan dukungan penuh terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan ke kondisi semula. Namun, ia menekankan pentingnya pendekatan yang hati-hati agar kebijakan ini tidak menimbulkan gejolak sosial.
“Perpres ini bertujuan baik untuk memulihkan ekosistem hutan, tapi sosialisasinya harus dilakukan dengan komprehensif. Masyarakat harus diberikan pemahaman yang jelas tentang tujuan dan manfaat kebijakan ini agar tidak terjadi ketegangan,” ujar Muklis Basri, Senin (10/3).
Kondisi di Kabupaten Lampung Barat sendiri menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan ini menimbulkan keresahan. Warga Pekon Sukamarga, Kecamatan Suoh, yang selama bertahun-tahun bermukim di sekitar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), kini diminta mengosongkan lahan pertanian mereka dalam waktu dua minggu. Keputusan ini datang setelah sosialisasi yang digelar oleh pihak TNI dan Dinas Kehutanan, yang menekankan pentingnya penertiban kawasan hutan.
Menurut Muklis, meski sebagian besar wilayah Lampung Barat adalah kawasan hutan, masyarakat setempat sudah sangat bergantung pada pemanfaatan lahan tersebut untuk bertahan hidup. “Lebih dari 60% wilayah Lampung Barat adalah hutan, dan banyak warga yang hidup dari pemberdayaan kawasan ini. Mereka sudah lama bertani di sana, bahkan ada program Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang dulu dimulai di wilayah ini,” katanya.
Kekhawatiran masyarakat tidak hanya datang dari ketidakpastian akan kehilangan mata pencaharian, tetapi juga dari perasaan tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan. Untuk itu, Muklis meminta agar pemerintah, baik pusat maupun daerah, bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk mencari solusi yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan lingkungan.
“Ini bukan soal menebang pohon atau merusak alam, tapi bagaimana menjaga kelestarian hutan tanpa mengorbankan nasib warga yang sudah lama menggantungkan hidup di sana. Kami butuh solusi win-win,” jelasnya.
Kekhawatiran masyarakat pun dipertegas oleh Kepala Desa Sukamarga, Jaimin, yang mengungkapkan bahwa warga merasa cemas dan tertekan dengan kebijakan tersebut. “Masyarakat kami hanya mencari nafkah, bukan mencari kekayaan. Jika lahan itu harus dikosongkan, mereka khawatir akan kehilangan sumber penghidupan,” ungkap Jaimin.