Harga Batu Bara Melemah, Tertekan Data Penurunan Konsumsi di China

ILUSTRASI _ Perusahan Energi Batu Bara. -Foto Dok---

Radarlambar.bacakoran.co  – Harga batu bara global kembali mengalami penurunan pada Rabu (16/4/2025), dipicu oleh penurunan konsumsi pembangkit listrik berbasis batu bara di China serta meningkatnya kontribusi energi terbarukan di negara tersebut.

Di pasar global harga batu bara Newcastle untuk pengiriman April 2025 turun sebesar US$ 1,25 menjadi US$ 94,25 per ton. Kontrak Mei 2025 juga melemah tajam sebesar US$ 2,25 menjadi US$ 98,25 per ton. Sedangkan kontrak Juni turun US$ 1,55 dan berada di level US$ 103,10 per ton.

Tren serupa juga terpantau di pasar batu bara Rotterdam kontrak April 2025  harga anjelok menjadi US$ 103,5. Sementara kontrak Mei turun US$ 1,25 ke level US$ 101,15 dan kontrak Juni terkoreksi US$ 0,7 menjadi US$ 102,15.

Penurunan ini tidak lepas dari data terbaru yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional (NBS) China. Sepanjang Maret 2024, produksi pembangkit listrik termal – yang sebagian besar menggunakan batu bara – mengalami kontraksi sebesar 2,3%. Penurunan bahkan lebih tajam tercatat pada kuartal pertama tahun 2024, yaitu sebesar 4,7%.

Sebaliknya pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan, khususnya tenaga air, mencatatkan pertumbuhan signifikan. Pada Maret, produksi listrik dari tenaga air naik 9,5% mencapai 78,1 miliar kilowatt-jam (kWh), menjadikannya sumber energi terbesar kedua di China setelah batu bara.

Secara keseluruhan, produksi listrik nasional China pada Maret 2024 kembali tumbuh positif sebesar 1,8%, membalikkan tren penurunan 1,3% yang tercatat pada Januari dan Februari. Penurunan sebelumnya sebagian besar dipengaruhi oleh musim dingin yang lebih hangat, yang berdampak pada rendahnya permintaan energi.

Menariknya, meskipun NBS mencatat penurunan permintaan listrik selama dua bulan pertama 2024 – yang merupakan penurunan pertama sejak 1998 (di luar masa krisis keuangan dan pandemi) – data dari Administrasi Energi Nasional (NEA) justru menunjukkan peningkatan permintaan sebesar 1,3% untuk periode yang sama. Perbedaan ini disebabkan oleh cakupan data yang berbeda, di mana NEA juga menghitung pembangkit energi terbarukan berskala kecil seperti solar distributed, yang tidak tercakup dalam laporan NBS.

Survei NBS sendiri hanya mencakup perusahaan industri dengan pendapatan tahunan minimal 20 juta yuan (sekitar US$ 2,8 juta). Sementara itu, proyeksi untuk 2024 memperkirakan pertumbuhan pembangkit listrik termal di China hanya akan mencapai 1,5%, angka terendah dalam sembilan tahun terakhir jika tidak menghitung masa pandemi.

Sebagian besar batu bara di China memang digunakan untuk pembangkit listrik, namun juga memiliki peran penting dalam industri dan sistem pemanas. Dengan tren pergeseran ke energi bersih yang semakin kuat, tekanan terhadap harga batu bara kemungkinan akan terus berlanjut di masa mendatang. (*rinto)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan